image

Gus Jazil: Dalam Sejarah Perjalanan Bangsa Sampai Lahirnya Indonesia, Santri Menjadi Kekuatan Pemersatu

Kamis, 09 Desember 2021 09:46 WIB

Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. Jazilul Fawaid, SQ, MA memberikan respon positif terhadap rencana Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang ingin merekrut prajurit TNI mulai dari Tamtama hingga Perwira dari unsur santri pondok pesantren (ponpes), dengan alasan santri memiliki didikan agama yang baik hingga akhlaknya terjaga.

Keinginan TNI untuk merekrut para santri khususnya dari jalur penghafal Alquran, diungkapkan Jazilul Fawaid, sudah ada sejak lama.  “Saya ingat pada tahun 2019, sekitar 13 orang lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Alquran Jakarta mendaftar TNI lewat jalur rohaniawan.  Dari 13 orang itu, yang diterima 6 orang.  Empat di matra laut dan 2 di matra darat.  Salah satunya diberi penghargaan sebagai angkatan terbaik,” katanya.

Artinya, lanjut Gus Jazil, hasil rekrutmen yang sudah dilakukan dari kalangan santri, baik secara fisik dan intelektual sudah memenuhi standarisasi yang ditetapkan oleh TNI.  “Jadi, begitu mendengar KSAD ingin merekrut santri, saya sudah tidak kaget lagi, sebab memang anak-anak santri sudah dilirik TNI sejak dulu,” tambahnya.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘TNI Rekrut Santri Untuk Memperkokoh NKRI’ kerjasama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP), di Media Center MPR/DPR/DPD, Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)  Dr. Khairul Fahmi serta para wartawan media massa elektronik, cetak dan online sebagai peserta.

Lebih jauh, Gus Jazil memaparkan, dalam perjalanan bangsa, sejak era pergerakan kemerdekaan, sampai lahirnya Republik Indonesia, ulama, santri dan ponpes telah menjadi kekuatan pemersatu.  Kiprah para santri bersama ulama-ulamanya, di era perjuangan juga terekam dalam sejarah bangsa.

Yang paling luarbiasa dan fenomenal adalah peristiwa aksi resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945.  Dimulai dari seruan KH. Hasyim Asy'ari kepada para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagi penjuru Indonesia, berisi kebulatan tekad bersama untuk melakukan jihad membela tanah air.  “Jadi saya tekankan, nasionalisme dan cinta tanah air para santri jangan diragukan lagi.  Berkiprah di TNI akan menambah kemampuan santri dan akan menguatkan TNI baik dari dalam dan luar,” tegasnya.

Namun, Gus Jazil mengingatkan kepada santri di Indonesia, kepercayaan yang diberikan oleh TNI harus disikapi atau direspon dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya antara lain, dengan mengasah kemampuan fisik dan intelektual. Santri yang direkrut menjadi TNI, juga mesti memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan agama sebagai sumber perdamaian.

“Selain itu, karena kita berada di dunia modern, santri harus melek teknologi informasi dan digital.  Ini juga berlaku buat TNI.  Sebab, di masa depan tantangan berat bangsa ini bukan hanya perang fisik saja, tapi perang siber atau cyber war.  Perang di dunia maya ini bukanlah hal mustahil nanti dan itu mesti betul-betul diperhatikan,” tandasnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Dr. Khairul Fahmi mengatakan bahwa apa yang diinginkan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman memang bukan hal yang baru.  Sejak masa perjuangan, kalangan santri sudah ambil bagian dengan bergabung menjadi laskar-laskar membantu para pejuang melawan penjajah.

“Saat inipun di TNI, banyak juga dari level tamtama sampai perwira yang berlatar belakang santri dan kemampuan mereka baik-baik saja, para santri yang masuk menjadi anggota mampu beradaptasi dan mampu menjadi TNI yang bagus,” ujarnya.

Khairul melihat, secara umum keinginan KSAD tentang rekrutmen santri itu adalah untuk menguatkan TNI, melalui nilai-nilai agama.  Keinginan di tubuh TNI tersebut terlihat jelas, sebab beberapa kali para Pimpinannya termasuk Panglima mengatakan bahwa TNI  ke depan akan concern kepada isu-isu integritas dan moral prajurit.  

“Saya rasa keinginan TNI seperti itu mesti didukung dan diapresiasi, karena jika di TNI integritas moral terbentuk kuat, tentu saja akan berimbas kepada loyalitas, kedisiplinan, dedikasi berpeluang lebih baik,” katanya.


Anggota Terkait :

Dr. H. JAZILUL FAWAID, SQ., M.A.