image

Tanggapi Akselerasi Perubahan dengan Pembangunan SDM

Selasa, 16 Maret 2021 09:19 WIB



Oleh :
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI

AKSELERASI perubahan begitu nyata sepanjang setahun lebih durasi pandemi global Covid-19. Semua perubahan itu menghadirkan konsekuensi logis yang harus disikapi dan segera direspons dengan kebijakan serta arah pembangunan yang tepat, agar generasi anak-cucu punya akses untuk beradatasi dengan perubahan itu. 

Tentang perubahan zaman, semua komunitas telah diingatkan melalui rangkaian pembahasan mengenai ragam konsekuensi dari Revolusi Industri 4.0 yang fokus dan mengandalkan digitalisasi dan otomasi. Hari-hari ini, Indonesia sudah dan sedang menapaki era itu. Dampaknya, atau sejumlah perubahan, pun sudah dilihat dan dirasakan langsung oleh semua orang. Peran manusia dalam proses produksi dan layanan jasa-jasa banyak berkurang. Pola belanja dan transaksi pun berubah. Memang, perubahan besar menjadi tak terhindarkan ketika dunia harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman.

Pandemi global Covid-19 tidak menghentikan atau memperlambat perubahan itu. Sebaliknya, sudah menjadi fakta bahwa krisis kesehatan sekarang ini justru telah mengakselerasi perubahan. Kepatuhan menerapkan jaga jarak (social distancing) memaksa semua orang menanggapi percepatan roda perubahan itu. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, belanja hingga transaksi pun dari rumah. Presiden Joko Widodo bahkan menegaskan bahwa pandemi Covid-19 telah mengajarkan kepada semua komunitas untuk mendobrak cara-cara lama.  Apa yang dulu dianggap tabu sekarang justru menjadi cara hidup baru. Digitaliasi yang dulu sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, menurut Presiden, kini bahkan sudah menjadi bagian tak terpisah dari kehidupan bersama.

Boleh jadi, atas nama efisiensi dan efektivitas, sejumlah perubahan yang dipraktikan selama periode pandemi bukan tidak mungkin akan menjadi pola atau kebiasaan yang akan dipertahankan di kemudian hari. Misalnya, bekerja dari rumah demi efisiensi biaya kantor. Tentu saja dampaknya juga harus dikalkulasi sejak sekarang, utamanya terhadap masa depan sektor ketenagakerjaan, dan keahlian apa saja yang dibutuhkan pada semua sub-sektor ekonomi.  

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan tentang sejumlah konsekuensi akibat perubahan zaman itu. Memberi sambutan secara virtual dalam sidang terbuka senat dalam rangka Dies Natalies ke-45 tahun Universitas Sebelas Maret (UNS), Jumat (12/3), Presiden mengingatkan, perubahan zaman menyebabkan permintaan dan kebutuhan tenaga kerja mengalami perubahan. Teori manajemen, organisasi, dan model bisnis juga banyak berubah.  Akibatnya, banyak jenis pekerjaan lama tidak lagi dibutuhkan. 

Untuk merespons perubahan itu, Presiden mendorong dunia pendidikan beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Revolusi industri 4.0 telah mengubah banyak aspek dari ilmu pengetahuan dan teknologi.  ‘’Tentu saja hal ini membutuhkan perubahan program studi, dibutuhkan perubahan kurikulum dan dibutuhkan perubahan karakter dosen,’’ ujar Presiden.

Rangkaian penegasan Presiden itu secara tidak langsung ikut menyegarkan ingatan bersama tentang urgensi membangun dan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, agar generasi anak-cucu mampu tak hanya beradaptasi, tetapi juga menjadi pelaku penting dalam di setiap tahap perubahan zaman. Karena itulah negara harus mengalokasi daya, ruang dan waktu yang memadai bagi orang muda dan remaja untuk bertumbuhkembang menjadi generasi yang kompeten dan kompetitif. Agenda ini hendaknya selalu menjadi prioritas dan fokus negara.

Pesan ini penting dan juga relevan untuk selalu dikedepankan di ruang publik.  Penting, karena generasi orang tua sekarang ini harus menghantarkan dan menyiapkan orang muda dan remaja menjadi generasi penerus yang berdaya saing sepanjang era Industri 4.0 dan era sesudahnya. Juga relevan karena Presiden Jokowi telah menetapkan pengembangan kualitas SDM sebagai prioritas  pembangunan. Jangan sampai karena alasan pandemi pengembangan kualitas SDM terlupakan.  

Tentang perubahan permintaan dunia kerja sebagaimana diingatkan Presiden Jokowi tadi, telah dikonfirmasi beberapa tahun oleh sejumlah institusi yang kredibel. Misalnya, Mckinsey Global Institute telah melakukan penelitian tentang hilangnya peran manusia pada sejumlah pos pekerjaan, sebagai konsekuensi dari digitalisasi dan otomasi. World Economic Forum, dalam laporan bertajuk Future of Jobs Report 2018, mengungkapkan peran manusia dalam sejumlah pekerjaan tidak lagi dibutuhkan, karena akan muncul profesi dan karier baru selepas tahun 2022 mendatang.  Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) juga memperkirakan 75 juta hingga 375 juta pekerjaan akan hilang. Kajian lainnya menyebutkan, sekitar 50 juta peluang kerja di Indonesia akan hilang akibat otomasi dan digitalisasi di sektor ekonomi.

Dalam konteks menyiapkan anak didik dan remaja melakoni perubahan zaman itu, sudah barang tentu peran semua institusi pendidikan dari tingkat dasar hingga yang tertinggi menjadi sangat penting dan strategis. Karena itu, dorongan Presiden Jokowi agar semua institusi segera beradaptasi dengan semua perubahan itu sangat jelas relevansinya. Kini, mengacu pada inisiatif pemerintah memrioritaskan pengembangan kualitas SDM, semua institusi pendidikan punya alasan untuk menyiapkan proposal perubahan program studi dan perubahan kurikulum, sejalan dengan perubahan yang mengemuka dewasa ini. Transformasi digital akan berkelanjutan. Indonesia tidak seharusnya lamban melangkah. Peran dan kontribusi institusi pendidikan sangat diharapkan. 

Sejatinya, masyarakat Indonesia siap dan ingin cepat bertransformasi. Salah satu indikatornya adalah jumlah pengguna internet. Hingga kuartal II-2020, total pengguna internet di Indonesia naik menjadi 196,7 juta jiwa. Lonjakannya signifikan, karena per 2017 masih berjumlah 143,26 Juta Orang. Karena itu, pemerintah pun diharapkan terus berupaya merampungkan pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang merata. 

Hingga tahun 2020 lalu, sekitar 12.548 desa atau kelurahan belum terjangkau jaringan Internet 4G, meski sudah bisa menangkap sinyal 3G. Selain itu, 7.904 desa atau kelurahan bahkan belum terjangkau jaringan Internet. Masalah ini selayaknya perlu dipercepat penyelesaiannya agar proses transformasi digital di dalam negeri bisa merata.


Anggota Terkait :

Dr. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., S.H., M.B.A.