image

MPR Dan Pemkab Aceh Tenggara Pentaskan Seni Beragam Etnik Di Kutacane

Sabtu, 05 November 2016 09:40 WIB

Kutacane adalah ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh. Berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara. Kutacane dapat dijangkau dari Kota Medan, dengan jarak tempuh 7 sampai 8 jam menggunakan kenderaan roda empat. Tapi, kalau bertolak dari Banda Aceh, ibukota Provinsi Aceh, menuju Kutacane butuh waktu hampir 24 jam, juga dengan kendaraan roda empat. 

Kabupaten Aceh Tenggara terletak di sebuah lembah, diapit oleh dua gunung, yaitu Gunung Leuser dan Bukit Barisan. Bertetangga dekat dengan Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Maka tak heran kalau penduduk  Kabupaten Aceh Tenggara ini banyak terdapat  etnis Batak. Mereka hidup berdampingan dengan etnik Alas (suku bangsa asli Aceh Tenggara), dan hidup rukun dengan  etnik-etnik lainnya. 

Indra Wahyudi dari Badan Pelaksana Jaringan Masyarakat Adat Aceh Tenggara menjelaskan, di Aceh Tenggara terdapat 11 etnik, yang terbesar adalah etnik Alas dengan populasi 50-60 persen. Lalu, disusul Gayo 18 persen, Batak 20 persen, dan sisanya gabungan etnik Singkil, Karo, Aceh Pesisir, Minang dan lainnya.

Meski di wilayah bekas kerajaan Alas ini hidup beragam etnik dan juga berbagai agama, namun belum pernah terjadi kasus SARA, seperti terjadi di daerah lainnya. Di daerah yang sangat menghargai keberagamaan dan perbedaan inilah pada Jumat malam (4/11/2016), MPR bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode seni budaya.

Pagelaran seni budaya di Lapangan Jenderal Ahmad Yani Taman Kota Kutacane ini menampil seni budaya dari berbagai etnik. Rades Rahadian, selaku ketua panitia pelaksana pagelaran seni budaya ini, dalam laporannya menyatakan, acara ini diselenggarakan oleh MPR bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara. Pagelaran ini, menurut Rades, merupakan salah satu metode sosialisasi Empat Pilar, selain bertujuan melestarikan seni budaya tradisional.

Karena pertunjukan di Kutacane ini menampilkan berbagai seni tradisional yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara, maka  pertunjukan ini dinamakan Pagelaran Seni Etnik Aceh Tenggara. Sejumlah seni etnik dipagelarkan, antara lain: Tangis Dilo/Lagam Etnik Alas, Tari Dampeng Etnik Singkil, Tor Tor Etnik Batak, dan Saman Saraingi Etnik Gayo. Juga pertunjukan musik Rangkaian Bunga Kopi dari Jakarta. 

Pagelaran ini dibuka oleh anggota MPR Fraksi PAN, H. Muslim Ayub, S.E., M.M., mewakili pimpinan MPR. Tampak hadir dalam acara tersebut H. Irmawan, S.E., M.M., (Anggota Fraksi PKB MPR), H.M. Nasir Djamil, S.Ag., (Fraksi PKS MPR).  Bupati Aceh Tenggara Ir. H. Hasanuddin Beruh beserta Forkompimda dan SKPD Kabupaten Aceh Tenggara, serta masyarakat Kutacane tampak antusias menyaksikan pertunjukan ini.

H. Muslim Ayub dalam sambutannya menyatakan, pemanfaatan seni budaya sebagai media sosialisasi dikarenakan kesenian merupakan salah satu sarana efektif untuk digunakan. Karena, seni budaya telah menjadi bagian penting dalam kehidupan keseharian masyarakat, baik masyarakat di perkotaan maupun masyarakat pedesaan. 

Selain itu, menurut Muslim Ayub, seni budaya tradisional memiliki basis penggemar atau peminat yang fanatik dalam jumlah besar, sehingga diharapkan pesan-pesan sosialisasi dapat tersempaikan.

Sementara Bupati Aceh Tenggar. Ir. H. Hasanuddin Beruh dalam sambutannya menjelaskan, di Aceh Tenggara terdapat 11 etnik, karenanya Aceh Tenggara dijuluki miniatur Indonesia. Meski berbeda etnik dan berbeda agama, menurut Hasanuddin, selama 10 tahun dia menjabat Bupati Aceh Tenggara tak pernah sepercik pun terjadi gesekan antar etnik. 

Meskipun selama ini etnik-etnik di Aceh Tenggara dapat hidup berdampingan dengan baik, namun sosialisasi Empat Pilar MPR memang perlu sebagai bekal  untuk terwujudnya nilai-nilai Empat Pilar itu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Hasanuddin berharap, nilai-nilai Empat Pilar ini bisa diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.