image

Penguatan DPD, Antara Keinginan Dan Kenyataan

Rabu, 26 Oktober 2016 12:55 WIB

Dewan Perwakilan Daerah sudah melaksanakan berbagai upaya untuk memuluskan wacana tentang penguatan DPD. Antara lain menampung aspirasi dari masyarakat, khususnya suara kampus, dan bertemu tokoh partai politik, untuk menjajaki persamaan pemikiran dan meminta dukungan. Setidaknya ada tujuh pimpinan parpol yang sudah ditemui utusan DPD. Antara lain Ketua Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Golkar Setyo Novanto, Ketua PKB Muhaimin Iskandar hingga pimpinan Hanura. 

Pernyataan itu disampaikan Ketua Kelompok DPD MPR Prof. Dr. John Pieris Rabu (26/10) saat memberikan sambutan pada pembukaan Seminar Nasional Kelompok Dewan Perwakilan Daerah di MPR RI. Seminar  kerjasama dengan Fakultas hukum Universitas Krisnadwipayana Jakarta 

itu membahas tema,  Penguatan DPD RI Sebagai Kekuatan Penyeimbang Dalam Parlemen Indonesia, Sebuah Kajian Kritis Menuju Amandemen ke lima Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Tiga orang nara sumber turut menyampaikan pemikirannya. Mereka adalah Ketua F PKS MPR RI Ir. H. Tifatul Sembiring, Prof. Dr. Bintan R. Saragih dan Dr. Philips A. Kana. Sedangkan ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono  dan anggota DPD Intsiawati Ayus bertindak sebagai penyeimbang. 

Hasil pertemuan dengan pimpinan parpol itu kata John Pieris menunjukkan adanya sikap dukungan partai kepada penguatan DPD. Dukungan tersebut, masing-msing datang dari Partai Demokrat dan PKS. Sedangkan Golar dan PKB, belum memberi isyarat tegas, begitu juga dengan Hanura. 

Tetapi, dukungan tersebut belum dapat direalisasikan, karena DPD butuh 100 tandatangan tambahan dari anggota DPR, sebagai syarat minimal pengajuan usulan perubahan UUD NRI tahun 1945. 

"DPR belum mengakui keberadaan DPD sebagai  bagian dari parlemen. Padahal DPD bisa menjadi  kekuatan penyeimbang pada saat presiden dan DPR mengalami kebuntuan", kata John Pieris menambahkan. 

Kekhawatiran anggota DPR terhadap penguatan DPD, menurut John kurang beralasan. Karena penguatan DPD, tidak akan mempengaruhi kekuasaan DPR. DPD hanya mengharap pembagian peran, pada bidang tertentu saja, khususnya yang berkaitan dengan daerah. Misalnya soal Pemekaran Daerah, Otonomi Daerah, hingga sumber daya daerah.

Sementara itu saat menyampaikan makalahnya Tifatul Sembiring antara lain mengatakan, DPD harus bekerja lebih keras untuk menyamakan persepsi dalam upaya melaksanakan penguatan. Tanpa penyamaan itu, sampai kapanpun wacana penguatan DPD tidak akan pernah berhasil.  

"Meski besok akan kiamat, kalau kesamaan pandangan soal penguatan DPD, itu tak terbentuk maka penguatan itu tak akan pernah ada", kata Tifatul sembiring menambahkan. 

Pendapat senada disampaikan Prof. Dr. Bintan R. Saragih berpendapat wacana penguatan DPD melalui amandemen ke lima UUD NRI Tahun 1945, sangat sulit terjadi. Karena itu DPD tidak perlu memaksakan diri melakukan perubahan terhadap UUD NRI 1945. 

Sebagai gantinya DPD bisa menggunakan cara  konvensi. DPD harus melaksanakan  dahulu tugas-tugas yang mereka miliki, jangan berfikir soal amandemen. 

"Misalkan mengusulkan UU. Lakukan saja secara terus menerus, lalu libatkan media dan civil society, kalau cara itu dilakukan berulang-ulang, saya yakin DPR akan mendengar. Mereka juga akan mengalah, dan untuk selanjutnya cara tersebut dijadikan sebagai konfensi bagi DPD",  kata Bintan lagi.