image

Penguatan DPD Penting Dalam Menjaga Negara Kesatuan RI

Kamis, 06 Agustus 2015 17:19 WIB

Kegiatan seminar kali  ini adalah ke kota yang terkenal dengan kota kerajinan batiknya hingga ke mancanegara tidak lain adalah di Surakarta Solo. Pelaksanaan Seminar terselenggarakan atas kerjasama MPR RI dengan Univ.Sebelas Maret. Acara yang diadakan pada hari Kamis 6 Agustus 2015 bertempat di Sunan Hotel Solo.

Nara sumber yang hadir terdiri dari para pakar akademisi dari berbagai bidang yang relevan dalam memahami masalah masalah penyelenggaraan  negara di Indonesia dan UUD NRI 1945. 


Seminar ini diikuti oleh para peserta dari unsur lembaga negara, pemerintah, partai politik, organisasi kemasyarakatan dan civitas akademika, serta dari unsur lainnya sebanyak 300 orng. Menurut Bambang Sadono selaku Ketua Badan Kajian MPR RI "Penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dalam Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia" Tema cukup penting untuk di angkat dan dikaji, karena memang menjadi salah satu isu yang banyak dibicarakan dalam berbagai kesempatan, dan menjadi salah satu aspirasi yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat kepada MPR RI. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang juga sebagai lembaga perwakilan sekaligus lembaga demokrasi adalah wadah bermuaranya berbagai aspirasi masyarakat dan daerah sebagai manifestasi kedaulatan rakyat. Keberadaan lembaga MPR pasca reformasi menjadi sangat penting dan strategis dalam mendorong pengembangan kehidupan demokrasi sesuai dengan cita-cita proklamasi dan tuntutan reformasi. Sejalan dengan perkembangan demokrasi yang semakin dinamis, maka lembaga MPR wajib mengelola secara konstitusional berbagai aspirasi masyarakat dan daerah yang sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Sebagai lembaga perwakilan yang merupakan representasi dari perwakilan politik dan daerah, kiranya perlu menyerap dan mengelola aspirasi yang kami pandang penting ini, terutama sejak bulan Juli 2015, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membentuk suatu lembaga yang diberi nama Lembaga Pengkajian MPR dimana susunan keanggotaan Lembaga Pengkajian tersebut berasal dari fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota DPD yang berjumlah 60 (enam puluh) orang anggota, terdiri dari para ahli dan tokoh dalam bidang ketatanegaraan. Lembaga Pengkajian berfungsi sebagai laboratoriumkonstitusi.

Seminar Nasional pada kali ini dihelat oleh MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR sebagai alat kelengkapan MPR yang tentunya memiliki visi yang amat penting yaitu sebagai "perancang utama penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia". Badan Pengkajian MPR dibentuk melalui Peraturan Tata Tertib MPR RI Nomor 1 Tahun 2014 yang memiliki tugas pokok sebagai berikut :


1) mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelahksanaannya; 2) menyerap aspirasi masyarakat, daerah, dan lembaga negara berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3) merumuskan pokok-pokok pikiran tentang rekomendasi MPR ber aspirasi masyarakat; dan 4) Perubahan UUD NRI Tahun 1945 sejatinya membawa implikasi terhadap implementasi kedaulatan rakyat. Sebelum perubahan, Pasal 1 ayat (2) menyatakan "Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR". Setelah perubahan, "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tersebut sesungguhnya mempertegas implementasi paham kedaulatan rakyat bahwa kedaulatan tidak sepenuhnya berada di tangan MPR, tetapi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Implikasi perubahan terkait kewenangan MPR tersebut adalah pada Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa MPR tidak lagi berwenang menetapkan (GBHN). Meskipun MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN, MPR memiliki fungsi dan peran yang strategis sebagaimana tertuang dalam Pasal 3, Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Selain wewenang dan tugas konstitusional sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 jo. Undang Undang Nomor 42 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD diselenggarakanlah Seminar Nasional yang hendak mengkaji dan merumuskan pokok-pokok pikiran penyempurnaan sistem ketatanegaraan bersama kalangan akademisi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tema Seminar yang digulirkan adalah menyangkut persoalan hubungan penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah guna mewujudkan sempurnanya sistem ketatanegaraan.DPD RI merupakan lembaga baru hasil dari perubahan ketiga, yang dibentuk untuk memberikan keseimbangan terhadap DPR dengan basis perwakilan daerah. Sebagai lembaga penyeimbang, kehadiran DPD RI diharapkan dapat mengawal pelaksanaan otonomi daerah dan mampu menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kesejahteraan daerah yang berkeadilan dan berkesetaraan. Gagasan membentuk DPD RI dengan demikian bertujuan untuk meningkatkan derajat keterwakilan (degree of representativeness) daerah, sehingga diharapkan DPD RI mampu mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan daerah dalam kebijakan dan regulasi pada tataran nasional. Artinya, kehadiran DPD RI sebagai kamar kedua di parlemen sangat penting dan strategis dalam perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia, guna mewujudkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Kurun waktu hampir satu dasawarsa dipandang cukup untuk mengevaluasi pelaksanaan UUD NRI 1945 pasca perubahan. Dinamika politik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dapat dikatakan telah melewati masa adaptasi. Pola-pola hubungan antarlembaga negara relatif cukup stabil sehingga evaluasi dilakukan dalam situasi yang kondusif. Melalui reformasi baik di ranah legislatif, eksekutif, maupun legislatif, implementasi tata hubungan antar lembaga mulai terlihat. Dalam lembaga legislatif misalnya, beberapa kalangan menilai bahwa DPD RI, yang semula diniatkan untuk memberikan keseimbangan bagi DPR untuk menciptakan mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) antarkamar dalam parlemen, belum mampu memenuhi harapan karena interaksi antarkamar memang tidak didesain untuk memberi penguatan kepada DPD RI. Sering dikatakan bahwa DPD RI hanya sebagai "aksesoris demokrasi", yang sekedar untuk memenuhi tuntutan reformasi. Memang, tensi hubungan konstitusional antara DPR dengan DPD perlu dibenahi dalam skala kepentingan yang lebih luas, yakni untuk menciptakan mekanisme check and balances dalam sistem bikameral yang lebih efektif. Oleh karena itu, ruang-ruang kosong pengaturan dalam konstitusi dan perlunya pengaturan kembali sistem ketatanegaraan telah menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya menjadi perhatian bagi MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR. Dari catatan data, melalui berbagai kegiatan penyerapan aspirasi yang dilakukan oleh DPD RI atas kerjasama dengan 75 perguruan tinggi bersama para pakar dan prominen ahli serta stakeholders di daerah, dapat ditangkap bahwa masyarakat menghendaki adanya perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Namun, harus disadari pula bahwa memperkuat DPD RI dalam situasi seperti sekarang ini bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan berbagai macam langkah dan insentif agar DPR, sebagai wakil partai politik dan populasinya untuk bersama-sama mengupayakan terjadinya amandemen, khususnya pada pasal-pasal yang berkaitan dengan wewenang dan fungsi DPD.