image

Anggota MPR: Bendung Radikalisme Dengan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pemahaman Nilai Luhur Bangsa

Senin, 06 Desember 2021 19:48 WIB

Jakarta – Anggota MPR RI Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F.Gerindra) Sugiono mengungkapkan bahwa pemahaman radikalisme sempit yang biasanya berimbas kepada aksi terorisme, sampai hari ini masih ada dan dikhawatirkan sudah meluas memasuki berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.  

Terorisme sendiri, lanjutnya, secara umum didefinisikan sebagai aksi kekerasan fisik yang bermaksud untuk menyebarkan ketakutan publik secara luas.  Tujuan besar aksi terorisme ini utamanya adalah, untuk mengambil alih pemerintahan suatu negara.  “Aksi terorisme banyak menuai kecaman, sebab menimbulkan banyak korban dari kalangan masyarakat yang tidak berdosa,” katanya.

Kekhawatiran masyarakat tentang makin meluasnya geliat paham radikal, terbukti dengan tersiarnya kabar hangat terkait tertangkapnya anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas dugaan terlibat dalam jaringan kelompok terorisme oleh Densus 88.  “Tentu saja, peristiwa itu membuat kaget dan miris kita semua.  Lalu, apa yang harus kita bangsa Indonesia lakukan agar terorisme hilang dari bumi Indonesia,” katanya.

Salah satu upaya untuk menghilangkannya, menurut Sugiono, adalah membendung paham radikalisme sebagai pintu masuk aksi terorisme, dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pemahaman nilai-nilai luhur bangsa.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Vaksinasi Empat Pilar Lawan Transformasi Kelompok Terorisme’ kerjasama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR RI dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP), di Media Center MPR/DR/DPD, Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/12/2021).

Hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber, anggota MPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Muhammad Nasir Djamil, M.Si dan Pengamat Intelijen Ridlwan Habib serta para wartawan media massa elektronik, cetak dan online sebagai peserta.

Upaya tersebut, ditegaskan Sugiono, sangat penting untuk diperhatikan bukan saja oleh pemerintah, tapi oleh seluruh bangsa.  Sebab, dalam sejarahnya bahkan sebelum abad ke-18, aksi-aski terorisme umumnya dilakukan karena faktor ketidakpuasaan terhadap situasi suatu negara, dan kekuasaan pemerintahlah sasarannya.

“Sedangkan lahan yang subur untuk menyemai radikalisme sehingga tumbuh menjadi aksi teror adalah kemiskinan, dan rasa ketidakadilan karena jarak yang terlalu jauh antara kaya dan miskin.  Jika tingkat kesejahteraan rakyat, hingga keadilan untuk semua tercapai secara merata, apalagi ditambah dengan kuatnya pemahaman dan implementasi nilai luhur bangsa di sanubari rakyat, saya sangat meyakini paham seradikal apapun akan tidak mudah mempengaruhi rakyat,” tandasnya.

Sementara itu, anggota MPR RI FPKS Muhammad Nasir Djamil, M.Si mengatakan bahwa  radikalisme dan aksi terorisme di Indonesia ini, memang ada dan akan terus ada.  Untuk itu, seluruh elemen bangsa mesti berpartisipasi aktif untuk melawan itu semua.

“Pemerintah bersama DPR sendiri, melalukan upaya perlawanan dengan meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999).  Konsekuensi dari ratifikasi itu, kita  membentuk UU No.9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Kemudian baru pada tahun 2018, lima tahun setelah itu DPR bersama pemerintah, melahirkan UU No.5 Tahun 2018, semangatnya adalah agar ada keseimbangan antar penegakkan hukum dalam konteks terorisme dengan HAM,” terangnya.

Satu upaya lagi yang sangat penting, lanjut Nasir Djamil, adalah ada peluang besar dimana Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) jika dilakukan dengan efektif, bisa menjadi benteng untuk menangkal penyebaran dan cara berpikir radikalisme yang menjurus kepada aksi terorisme.

“Saya melihat penyelenggaraan sosialisasi selama ini sangat bagus, tapi masih perlu  penyempurnaan.  Usul saya, sosialisasi mesti terintegrasi dengan lembaga lain misalnya dengan BPIP dan BNPT. Khusus BNPT dalam beberapa kali rapat di Komisi III, saya sudah mengajak mereka untuk bersama-sama melakukan sosialisasi ini di tengah masyarakat, sehingga rakyat menjadi paham, lalu mereka bisa meningkatkan kewaspadaan di daerahnya masing-masing,” ujarnya.

Nasir Djamil menegaskan, pada intinya, upaya-upaya menangkal radikalisme tersebut sebenarnya sudah sangat baik.  Namun, lebih efektif lagi jika pemerintah terus meningkatkan pelayanan publiknya dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.  Karena, jika pemerintah gagal, maka kegagalan ini akan menjadi amunisi buat para teroris untuk mempengaruhi rakyat.   Tapi, sebaliknya jika berhasil maka negara akan memiliki dukungan kuat rakyat dalam memerangi terorisme,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

H. MUHAMMAD NASIR DJAMIL, S.AG., M.Si.