image

Demi Sportifitas dan Keadilan, HNW Dukung Pemberian Sanksi Terhadap Israel Tidak Ikut Olimpiade Paris

Jumat, 19 Juli 2024 20:00 WIB

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendukung gerakan masyarakat internasional maupun di tingkat nasional yang sedang mendorong agar International Olympic Committee (IOC) memberikan sanksi kepada Israel dengan melarang keikutsertaan pada Olimpiade 2024 di Paris sebagai akibat dari kejahatan kemanusiaan, politik apartheid, dan kejahatan perang yang dilakukannya terhadap bangsa Palestina.  

“Gerakan masyarakat global berupa demonstrasi dan juga petisi untuk menghukum Israel dengan larangan keikutsertaan dalam Olimpiade Paris semakin besar. Itu bukan hanya di level nasional, tetapi juga di level internasional. Aspirasi ini seharusnya dipertimbangkan oleh IOC, demi sportifitas, kemanusiaan dan keadilan yang menjadi salah satu landasan diselenggarakannya Olimpiade,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (19/7).

HNW sapaan akrabnya mengatakan sanksi terhadap Israel perlu diberikan karena negara tersebut memang patut dikucilkan dari dunia internasional, termasuk dari dunia olahraga, karena sikapnya yang terus melanggar hak asasi manusia (HAM) , mempraktekkan politik apartheid, dan meneruskan kejahatan genosida terhadap rakyat Palestina, khususnya Gaza. “Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Olympic Charter,” tuturnya.

Prinsip-prinsip tersebut dapat ditemukan dalam pembukaan Olympic Charter, yakni di antaranya, adalah penghormatan terhadap hak asasi manusia yang diakui secara internasional dan juga maksud dilaksanakan Olimpiade yakni memajukan masyarakat damai yang peduli dengan pelestarian martabat manusia. “Kejahatan genosida yang dilakukan Israel sangat jelas merendahkan martabat bangsa Palestina, dan ketidakpatuhan Israel terhadap resolusi DK PBB jelas merendahkan hukum internasional dan institusi PBB”, tuturnya.

HNW menambahkan IOC juga perlu bersikap sportif dan adil. Bila sebelumnya, IOC melarang Rusia dan Belarusia untuk ikut serta dalam Olimpiade karena invasinya ke Ukraina, seharusnya hal yang sama juga diberlakukan terhadap Israel. Apalagi yang dilakukan oleh Israel lebih jahat dan dalam durasi yang lebih lama dan korban yang lebih banyak dibanding yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina.

“Dahulu Afrika Selatan juga pernah dihukum oleh IOC sehingga tidak bisa ikut Olimpiade karena politik apartheidnya. Padahal yang dilakukan oleh Israel selama berpuluh tahun terhadap rakyat Palestina juga menggunakan politik apartheid, sebagaimana yang berulangkali dikritisi dan disuarakan oleh para pakar dan aktivis HAM. Sehingga hukuman berupa larangan Israel mengikuti Olimpiade Paris dan seterusnya, sudah sangat layak diberikan,” ujarnya.

Selain itu, HNW juga mengkritik pemerintah Prancis yang melarang atletnya untuk mengenakan hijab. Sikap tersebut juga merupakan pelanggaran HAM yang dijamin dalam Olympic Charter dan seharusnya tidak bisa dilakukan dalam gelaran Olimpiade 2024 Paris ini, serta mendesak agar IOC juga bersikap mempertahankan prinsip yang dipegangnya dalam Olympic Charter, sehingga bisa mengkoreksi laku diskriminatif dan tidak sportif dari pemerintah Perancis.

“Saya sependapat dengan Amnesty Internasional yang telah mengeluarkan sikap bahwa pelarangan pemakaian hijab oleh pemerintah Perancis tersebut adalah bentuk dari diskriminasi dan kemunafikan dari pemerintah Prancis. Sikap itu jelas tidak sejalan dengan semangat diselenggarakannya Olimpiade,” ujarnya.

HNW berharap agar otoritas Pemerintah Indonesia juga ikut menyuarakan hal-hal yang prinsipil tersebut, sesuai dengan semangat menghapuskan penjajahan dan penghormatan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD NRI 1945. “Agar Indonesia tidak hanya mengikuti Olimpiade sebagai salah satu peserta, tetapi juga turut serta memastikan bahwa Olimpiade diselenggarakan sesuai dengan prinsip yang dijamin dalam Olympic Charter: sportif, adil dan tidak diskriminatif”, pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.