image

Dubes AS Kritik Pasal Perzinaan KUHP Baru, HNW: Hormati Indonesia, Jangan Intervensi Kedaulatan Hukumnya

Jumat, 09 Desember 2022 16:00 WIB

Jakarta,- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA membalas komentar Duta Besar Amerika untuk Indonesia Sun Yong Kim yang mengkritik  larangan zina,  kumpul kebo dan LGBT dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah. Hidayat  meminta agar Dubes AS menghormati kedaulatan  dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.  Apalagi bila itu intervensi atas kedaulatan hukum Indonesia.

“Indonesia adalah negara demokrasi, berdaulat dan negara hukum yang konstitusinya mengatur hak asasi manusia dengan jelas. Seharusnya Dubes AS melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai Duta Besar,  dan menghormati negara di mana dia bertugas. Tidak malah  mencampuri urusan dalam negeri, apalagi mengintervensi kedaulatan Indonesia, dengan amcaman soal HAM dan investasi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat(9/12/2022).

HNW yang juga anggota DPR Dapil Jakarta II meliputi Jakarta Selatan,  Pusat dan Luar Negeri, mengatakan bahwa Konstitusi yang  berlaku di Indonesia menghadirkan ketentuan yang spesifik terkait Agama dan HAM. Penegasan tentang itu   dinyatakan di Pasal 29, juga Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945. Pasal tersebut  tegas menyebutkan bahwa terdapat batasan-batasan HAM yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah nilai-nilai agama.

“Ketentuan larangan berbagai bentuk zina, kumpul kebo atau laku LGBT yang disepakati oleh Pemerintah dan seluruh Fraksi di DPR tanpa kecuali,  merupakan wujud pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) tersebut,” ujarnya.

HNW,  anggota Komisi VIII DPR yang antara lain mengurusi masalah Agama dan Sosial menambahkan, Dubes AS untuk RI itu seharusnya menghormati dan tidak mengintervensi, apalagi menakuti-nakuti dengan isu investasi. Setiap negara memiliki kedaulatannya sendiri dan akan melaksanakan atau memproteksi secara konstitusional nilai apa yang diyakni oleh masyarakatnya.

“Rusia juga membuat UU melarang LGBT. Apakah AS  mengkritik keras kebijakan Putin yang sahkan UU Anti LGBT, dan menakut-nakuti nya dengan isu HAM dan investasi?” tukasnya.

Sudah tidak zamannya lagi, menurut HNW memaksakan nilai kepada negara lain, seperti yang dilakukan oleh AS. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan imperalisme HAM yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan penerapan HAM yang perlu dilakukan melihat aspek lokalitas. Ia menuturkan, seharusnya AS dapat mencontoh FIFA yang menghormati nilai-nilai yang diyakini dan berlaku di masyarakat Qatar dalam perhelatan piala dunia, terkait aturan minuman keras dan larangan kampanye LGBT. Dan ternyata ketika itu dilaksanakan/diikuti termasuk oleh tim sepakbola AS, hasilnya positif saja untuk mewujudkan HAM dengan saling menghormati HAM pihak yang lain.

“Jadi, daripada sibuk mengurusi urusan negara lain, lebih baik dubes AS fokus untuk mengkritisi negerinya sendiri. Seperti kekhawatiran pemuka agama di sana terkait konsekuensi diakuinya perkawinan sejenis sehingga menimbulkan beberapa pastor protection act di beberapa negara bagian. Atau agar di AS, benar-benar dilaksanakan secara konsekuen seperti terhadap warga  penduduk asli (native american) Amerika Serikat, masyarakat kulit hitam yang berkampanye Black Lives Matter atau kulit berwarna lainnya. Fokus saja memberikan keadilan HAM kepada mereka. Itu jauh lebih urgen dan terhormat,” sarannya lagi.

HNW berharap Pemerintah Indonesia atau Kementerian Luar Negeri untuk segera memanggil Dubes AS tersebut karena sudah melampaui kewenangan dan tugas diplomatiknya, dengan secara terbuka mencampuri urusan domestik Indonesia. “Dan apabila ada mekanisme investasi di Indonesia yang memaksakan nilainya yang bertentangan dengan kebudayaan masyarakat dan hukum Indonesia, seperti yang diancamkan oleh Dubes AS tersebut, maka itu adalah bentuk lain dari neo kolonialisme, hal yang dikoreksi dengan disahkannya UU KUHP yang mengubur KUHP lama warisan kolonialis Belanda,” ujarnya.

“Dalam rangka membela kemerdekaan bangsa dan negara, dan menjaga kedaulatan hukum Indonesia,  Presiden Jokowi bisa melanjutkan sikap Presiden Soekarno yang menolak nekolim segala bentuk (neokolonialisme), dan menyatakan ‘Go To Hell with Your Aid. Itu akan jadi legacy positif Presiden Jokowi,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.