image

HNW : MPR Menjaga Konstitusi, Menolak Pengunduran Pemilu

Rabu, 02 Maret 2022 22:06 WIB

Jakarta,- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menerima secara daring Pimpinan Pusat Parkindo  (Partisipasi Kristen Indonesia), Selasa (1/3/2022). Pada kesempatan itu HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mendukung konsistensi menjalankan Pancasila dan UUD NRI 1945. Karena baik Pancasila maupun UUD NRI 1945, adalah kesepakatan  para pendiri bangsa maupun cita-cita Reformasi. Karenanya HNW juga sepakat dengan tuntutan Parkindo agar MPR menjaga,  menjalankan Konstitusi dan amanat reformasi yang salah satu ketentuannya adalah Pembatasan masa jabatan Presiden maksimal dua kali masa jabatan, pemilu sekali dalam 5 tahun, dan kedaulatan rakyat yang memilih dalam Pemilu tersebut.

Oleh karena itu, HNW juga sepakat dengan Parkindo agar semua pihak mentaati Konstitusi dan amanat reformasi. Menolak usulan pengunduran pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Apalagi, baik penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden, tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945. Dan  tidak sesuai dengan tuntutan Reformasi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh HNW saat  berdialog kebangsaaan “Menuju Indonesia Tertib Konstitusi” dengan pengurus DPP Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) melalui daring. Partisipasi Kristen Indonesia merupakan kelanjutan dari Orpol Parkindo (Partai Kristen Indonesia) yang berfusi dengan Partai Demokrasi Indonesia pada zaman Orde Baru. Hadir dalam dialog kebangsaan,  ini dari Ketua Umum DPP Parkindo Lukman Doloksaribu, Waketum  Corneles Galanjinjinay, serta Sekjend Beli Pangaribuan.

Baik Pancasila maupun UUD NRI 1945, kata HNW merupakan hasil kesepakatan bapak dan ibu bangsa saat memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, maupun ketika melaksanakan tuntutan reformasi melalui amandemen UUD NRI 1945.

“Cita-cita bangsa Indonesia Merdeka terdapat  dalam pembukaan UUD NRI 1945, yang  dulu juga dikenal dengan istilah Piagam Jakarta. Di sana ada keterlibatan tokoh nasional kebangsaan baik yang beragama Islam maupun Kristiani yaitu Mr. AA Maramis. Pendapat  beliau didengarkan, dan beliau juga mendengarkan pendapat tokoh-tokoh yang lain. Bahkan, ketika ada keberatan dari tokoh Kristiani Mr Johanes Latuharhary terkait Piagam Jakarta sebagaimana disampaikan sebagai aspirasi Indonesia timur, juga didengarkan dan dikabulkan oleh mayoritas mutlak anggota PPKI yang beragama Islam, untuk sama-sama melanjutkan dan menyelamatkan perjalanan kemerdekaan Indonesia,” tukasnya.

Pasca kesepakatan tersebut dihasilkan, kata HNW semua pihak yang terlibat dalam pembahasan di BPUPK, Panitya 9 dan PPKI, konsisten menerapkan Pancasila yang final, juga UUD 1945. Juga saat Reformasi, ada 6 tuntutan Reformasi, termasuk Amandemen UUD untuk membatasi masa jabatan Presiden, yang disepakati dan dilaksanakan oleh semua pihak baik eksekutif, legislatif, yudikatif termasuk Partai Politik dan Ormas. Ini adalah pelajaran penting yang harus diambil oleh para pimpinan negara dan seluruh elemen bangsa dari segala lingkup di Indonesia saat ini.

“Jangan sampai kita  membuat kesepakatan, tapi tidak dilaksanakan. Itu tidak merawat warisan dan cita-cita luhur yang sudah terbukti dapat menyelamatkan cita-cita kemerdekaan dan eksistensi NKRI. Apalagi Presiden Jokowi baru saja menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Kedaulatan Negara pada waktu sekarang maupun yang akan datang, akan tegak, apabila kita tertib menjalankan kesepakatan-kesepakatan nasional, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945 dan tuntutan Reformasi,” jelasnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengambil contoh kesepakatan di era reformasi yang paling utama adalah membatasi masa jabatan presiden melalui amandemen UUD NRI 1945. Ia menilai adanya upaya untuk memperjanjang masa jabatan presiden, apakah dengan menambah periode ke tiga atau mengundurkan Pemilu sehingga masa jabatan selama satu atau dua tahun, adalah manuver yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

“Pembatasan itu adalah tuntutan reformasi yang sudah disepakati. Demikian juga adanya Pemilu sekali dalam 5 tahun dan pelaksanaan kedaulatan Rakyat dengan memilih saat Pemilu yang 5 tahun sekali itu,” jelasnya.

Apalagi, lanjut HNW, alasan-alasan yang diajukan para pengusul untuk menunda Pemilu tidaklah substansial yang bisa meyakinkan publik untuk menyelesaikan masalah, mengatasi tantangan bangsa dan negara. Sehingga mereka mau mendukung usulan pengunduran Pemilu tersebut dengan mengusulkan perubahan terhadap UUD. Sebaliknya usulan yang disampaikan oleh tiga Pimpinan Partai itu ditolak oleh Ormas-Ormas (Muhammadiyah dan MUI), para Pakar, juga ditolak oleh 6 Pimpinan Partai yang ada di DPR. Juga ditolak oleh Pimpinan MPR yang menegaskan kembali sikap Pimpinan MPR bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat  tidak memiliki  agenda perubahan terhadap UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.

“Apalagi usulan pemunduran Pemilu itu juga tidak sesuai dengan kesepakatan pada 31 Januari 2022 antara KPU dengan Pemerintah dan komisi II DPR yang didalamnya ada perwakilan dari seluruh fraksi dan Partai yang ada di DPR, bahwa Pemilu tidak diundurkan, melainkan akan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024,” ujarnya.

Menurut HNW  sikap Presiden Jokowi menolak amandemen untuk memperpanjang masa jabatan Presiden sudah tepat. Tetapi karena manuver masih saja dilakukan, kali ini dengan alibi pengunduran Pemilu, maka seharusnya sikap penolakan Presiden itu juga diperbaharui untuk klarifikasi sekaligus menghentikan spekulasi. Sikap menolak Presiden Jokowi karena beliau ingin taat Konstitusi dan UU yang berlaku dan karena beliau adalah produk reformasi, adalah sikap yang benar dan sudah semestinya.

Karena itu, menurut HNW akan sangat masuk akal bila Presiden Jokowi juga meminta kepada tiga Pimpinan Partai yang terlanjur mengusulkan pengunduran Pemilu / memperpanjang masa jabatan Presiden, untuk menarik usulan mereka. Dan agar semua pihak mempersiapkan pelaksanaan Pemilu tahun 2024, supaya menjadi Pemilu yang lebih berkualitas dari Pemilu-Pemilu sebelumnya. “Bila semua itu dilakukan, itulah makna dan manfaat dari ada dan pentingnya tertib berkonstitusi sebagaimana yang juga diharapkan oleh Parkindo,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.