image

Harlah Pancasila 1 Juni, Ahmad Basarah Anjurkan ‘Salam Pancasila’ di Forum-forum Resmi

Sabtu, 01 Juni 2024 12:15 WIB

Harlah Pancasila 1 Juni, Ahmad Basarah Anjurkan ‘Salam Pancasila’ di Forum-forum Resmi

RIAU – Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menghormati hasil Ijtima Ulama VII Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa pengucapan salam berbagai agama bukan toleransi yang benar. Hanya saja, untuk kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa, dia berpendapat salam agama-agama semestinya tetap dibenarkan dan ditambah salam persatuan ‘Salam Pancasila’ di forum-forum resmi.

‘’Negara kita dihuni oleh 1.340 suku bangsa yang menganut  selain enam agama yang diakui negara secara sah juga banyak aliran kepercayaan yang masih hidup. Jika kebhinekaan di negara kita tidak kita jaga, tidak kita rawat, dengan toleransi dan semangat kebangsaan yang utuh, sangat mungkin kohesi sosial di antara kita rapuh, semakin tersekat oleh fanatisme promordialisme, maka persatuan bangsa menjadi  terancam,’’ ujar Ahmad Basarah di Riau, Sabtu (1/6/24).

Pernyataan Ahmad Basarah yang disampaikan saat  memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2024 di Blok Rokan Dumai Riau itu juga ditujukan untuk merespon hasil sidang Komisi Fatwa MUI dalam Ijtima Ulama VII di Pesantren Bahrul Ulum Sungai Liat, Provinsi Bangka Belitung (Babel), sejak 28 – 31 Mei 2024. Dalam ijtima yang diikuti 654 peserta secara nasional dan internasional itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, Kamis (30/5/2024), membacakan keputusan bahwa mengucapkan salam yang berdimensi doa khusus agama lain yang diucapkan oleh umat Islam hukumnya haram.

Dalam konteks itu, Ahmad Basarah mengajak semua pihak untuk saling menghormati dalam perbedaan, termasuk perbedaan mazhab dalam Islam. Dia berpendapat dirinya mengikuti mazhab yang menyatakan bahwa mengucapkan salam agama-agama dibolehkan dalam Islam, sesuai spirit hadist Nabi SAW riwayat Bukhari Muslim ‘’innamal a’maalu bin-niyyat’’ bahwa sesungguhnya setiap perbuatan manusia dinilai Allah tergantung pada niatnya.

"Dalam Al-Quran, khususnya Surat Al-Mumtahanah (60) ayat 8, jelas sekali Allah mengajarkan bahwa Dia yang Maha Suci tidak melarang umat Islam berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi mereka dalam urusan agama dan tidak mengusir mereka dari kampung halaman. Di situ juga ditegaskan Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Jadi, kalau sesuai hadits Nabi SAW, saat mengucapkan salam agama-agama kita berniat baik untuk menjaga persatuan nasional, apakah salah?"

"Saat saya sebagai umat Islam menyampaikan salam agama lain atau memberikan ucapan selamat memperingati hari hari besar agama lain, niat dalam hati saya hanya untuk menghormati dan menjaga toleransi serta memperkokoh kehidupan kebangsaan Indonesia dan bukan untuk menoleransi apalagi mengompromikan  aqidah keislaman saya, ' tambah Wakil Ketua Lakpesdam PBNU ini.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu mengaku sangat menghormati kedudukan dan peran MUI. Apalagi Perpres 151/2014 menyatakan bahwa organisasi ini adalah wadah musyawarah para ulama untuk mengayomi dan meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.

Hanya saja, Ahmad Basarah mengingatkan, karena MUI bukan institusi negara atau merepresentasikan negara, maka sesuai UU No. 15 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, fatwa-fatwa MUI tersebut bukanlah  hukum negara yang mempunyai kekuatan memaksa untuk diterapkan pada seluruh rakyat Indonesia.

‘’MUI tentu saja harus diakui sebagai salah satu kekuatan sosial keagamaan dalam infrastruktur ketatanegaraan. Karena itu, fatwa organisasi ini hanya mengikat dan ditaati oleh komunitas umat Islam yang merasa punya ikatan primordialisme terhadap MUI itu sendiri. Sedangkan umat Islam yang merasa tidak punya ikatan primordial cukup menghormati fatwa MUI itu sebagai pendapat dan pemikiran individu-individu ulama serta ormas-ormas Islam yang boleh diikuti atau tidak,’’ jelas Doktor bidang hukum ketatanegaraan Universitas Diponegoro Semarang itu. 

Ahmad Basarah yang juga dosen tetap Universitas Islam Malang tersebut, mengajak semua elemen bangsa kembali pada spirit sila pertama ‘’Ketuhanan yang Maha Esa’’ dalam Pancasila yang bermakna bahwa di negara ini, semua warga negara bertuhan dan menjalankan perintah Tuhannya masing masing dengan saling hormat-menghormati di antara sesama pemeluk agama dan kepercayaan.

‘’Islam yang saya pahami adalah agama damai yang rahmatan lil alami atau rahmat bagi semesta alam sesuai makna Islam itu sendiri, yakni perdamaian. Di tengah kebhinekaan, wajar saja jika harus ada yang disebut mujaamalah (sopan santun sosial) di antara masyarakat yang majemuk. Di sinilah salam agama-agama itu berperan, yakni melakukan mujaamalah, toleransi, demi kuatnya persatuan nasional,’’ tegas Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia ini.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengajak semua pihak, terutama umat Islam, untuk berkaca kepada tokoh-tokoh besar dunia yang berpandangan moderat dalam muamalah. Dia mencontohkan tiga ulama kontemporer, yakni Grand Syekh Al Azhar Mesir Prof Ahmed Thayeb serta Nasr Farid Washil dan Ali Jum’ah, keduanya mantan mufti Mesir. Mereka adalah adalah tokoh-tokoh Islam dunia yang membolehkan ucapan selamat natal sebagai bentuk mujaamalah dan ‘berlaku baik dan adil’  sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 8.


Anggota Terkait :

Dr. AHMAD BASARAH, S.H., M.H.