image

Kelompok KKB Makin Berulah, Arsul Sani: Harus Ada Tokoh Pemersatu Dalam Penyelesaian Masalah Papua

Rabu, 20 Juli 2022 20:40 WIB

Jakarta – Aksi separatis yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di tanah Papua tak kunjung selesai.  Kabar terbaru, pada hari Sabtu tanggal 16 Juli 2022, di Kampung Nogolait, Kabupaten Nduga, anggota KKB kembali melakukan aksi keji kepada warga sipil sehingga mengakibatkan korban luka dan jiwa.

Aksi keji yang dilakukan KKB tersebut, diangkat menjadi tema sentral dalam acara diskusi bertajuk ‘Dialektika Demokrasi dengan tema KKB Papua Kembali Berulah, Dimana Kehadiran Negara?’, Rabu (20/7/2022).

Hadir dalam acara sebagai narasumber, Wakil Ketua MPR RI yang juga sebagai anggota Komisi III DPR RI F-PPP Dr. H.Arsul Sani SH, M.Si, Pr.M, Anggota Komisi I DPR RI F-Golkar Dave Akbarshah Fikarno, ME dan Anggota DPD RI Dapil Papua yang juga sebagai Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai.

Dalam kesempatan itu, Arsul Sani mengungkapkan pandangannya bahwa konflik di Papua harus dilihat dari sisi demografi dan sosial Papua dengan daerah lain yang pernah konflik, yaitu Aceh.  Dengan perbandingan ini, Arsul melihat bahwa memang persoalan Papua ini jauh lebih kompleks.  Penyelesaiannya jauh lebih rumit dari konflik di Aceh.

Pertama, Papua terdiri dari banyak suku.  Keberagamannya jauh lebih banyak daripada Aceh.  Kedua, di Aceh ada tokoh yang disebut Wali Nangroe yang menjadi ‘primus inter pares’ atau tokoh pemersatu.  Sedangkan di Papua tidak ada.  Para kepala suku di Papua, memiliki otonomi sendiri untuk mengendalikan sukunya masing-masing.

“Hal ini yang saya lihat ada di dalam KKB.  Para anggota KKB hanya memiliki hubungan koordinatif, tapi tidak ada yang memiliki kewenangan otoritatif, dimana satu kelompok memiliki pengaruh besar dan bisa menguasai kelompok lainnya,” kata Arsul.

Padahal, lanjutnya, keberadaan tokoh pemersatu ini dalam penyelesaian konflik di Papua menjadi faktor yang sangat penting.  Selain kiprah tokoh pemersatu, penyelesaian konflik juga harus dilakukan dengan melakukan pendekatan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan dibantu TNI, yang didalam ilmu tentang keamanan di sebut sebagai Military Aid to the Civil Authorities (MACA) atau konsep perbantuan, bukan penegakan militer atau perang.

“Sebab, saya khawatir jika aksi yang dilakukan KKB direspon pendekatan penegakan militer, maka isu pemisahan Papua dari NKRI akan semakin menguat di level internasional. Selain penegakkan hukum, yang juga harus dilakukan dan ditingkatkan juga oleh pemerintah adalah operasi non penindakan atau pendekatan sosial kepada masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Yorrys Raweyai sebagai Ketua MPR for Papua merespon aksi keji yang dilakukan KKB dan menyampaikan beberapa pandangan resmi.  Pertama, menyampaikan duka mendalam kepada para korban KKB.  Kedua, diduga aksi KKB akhir-akhir ini terfokus pada wilayah-wilayah konflik tidak hanya menyasar orang asli Papua, tapi juga masyarakat umum yang selama ini mencari nafkah sebagai pekerja maupun sebagai pemukim.

Ketiga, aksi kekerasan KKB Pimpinan Egianus Kogoya sudah sangat meresahkan dan mengancam keutuhan NKRI, ditengah upaya pemerintah dan rakyat Papua dalam membangun Papua melaui kebijakan Otonomi Khusus jilid II demi tatanan baru tanah damai Papua masa depan.  

Keempat, peristiwa kekerasan di Nduga bukan pertama kali.  Banyak aksi sporadis lainnya yang meresahkan rakyat Papua yang pada gilirannya menebar teror.  Kami meminta pemerintah melalui aparat berwenang secara serius dan konsisten memberangus KKB, hingga ke akar-akarnya.  Hal itu mendesak dilakukan dalam rangka menjaga situasi kondusif di tanah Papua.

Kelima, kami menduga KKB sedang memecah belah kehidupan harmonis masyarakat yang berangsur harmonis di Papua.  Sinergi sosial kemasyarakatan antara orang asli Papua dan umum hendak dicabik-cabik dengan tujuan membangun suasana kebencian dan permusuhan antar anak bangsa.

Keenam, meminta kepada masyarakat untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan konflik dan kekerasan di tanah Papua melalui aksi-aksi teror KKB, kepada pihak yang berwenang.  Hilankan segala bentuk prasangka dan praduga yang justru semakin membuat situasi makin tidak kondusif.

Yorrys menegaskan bahwa rakyat Papua, pemerintah dan rakyat Indonesia mesti bersatu untuk melawan aksi separatis yang dilakukan KKB itu.  Dikatakannya, persoalan Papua bukan masalah baru.  Sejak berintegrasi ke dalam NKRI, sejak itu ada muncul ketidakpuasan kemudian terjadi berbagai macam pergolakan, yang menjadi satu akumulasi hingga hadirnya OPM dan KKB sekarang ini.

Yorrys setuju bahwa persoalan Papua harus ditelisik dari dasar dan dipahami akar persoalannya secara utuh, antara lain soal pemerataan pembangunan dan ekonomi.  “Papua itu secara geografis sangat luas, pemekaran wilayah menurut saya harus dilakukan demi mempercepat proses pembangunan.  Saya banyak berdialog dengan rakyat dan adik-adik mahasiswa Papua, dan semuanya memahami bahwa pemekaran wilayah adalah solusi untuk lebih mendekatkan Papua kepada kesejahteraan bersama,” tandasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. ARSUL SANI , S.H, M.Si. Pr.M