image

Sosialisasi Empat Pilar MPR, HNW: Di Tahun Politik, Makin Penting Teladani Ibu Dan Bapak Bangsa Wujudkan Persatuan Dan Kebersamaan Dalam Keragaman

Jumat, 10 November 2023 11:50 WIB

Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut Empat Pilar MPR RI, merupakan kegiatan resmi MPR. Kegiatan ini merupakan perintah dari UU. No. 17 Tahun 2014. Sosialisasi bisa diselenggarakan di komplek gedung wakil rakyat maupun di berbagai tempat lain seperti sekolah, kampus, pesantren, dan di perkampungan masyarakat.

Peserta sosialisasi dari berbagai kalangan, ada pelajar, mahasiswa, santri, guru, buruh, TNI, Polri, dan kelompok masyarakat lainnya di dalam negeri maupun di luar negeri. Seluruh rakyat berhak mendapat sosialisasi.

Ungkapan demikian disampaikan oleh Wakil Ketua MPR Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid Lc, MA (HNW), saat menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada warga Jakarta. Kegiatan yang digelar di Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 9 November 2023, itu diikuti oleh 200 orang tokoh masyarakat dari Jakarta Pusat maupun Jakarta Selatan. 

Lebih lanjut dikatakan, sosialisasi merupakan kegiatan yang dipentingkan agar warga bangsa paham dan mengerti dasar dan pilar-pilar bangsanya. “Jangan sampai warga bangsa tidak paham tentang negerinya, apalagi para tokohnya. Karena di Indonesia yang paternalistik ini, rakyat mengikuti keteladanan para tokoh dan para Pemimpin”terangnya. 
 Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor itu mengungkap bangsa Indonesia masih memegang prinsip paternalisme. Dijelaskan dari prinsip itu bahwa masyarakat dalam berperilaku akan bertauladan atau merujuk pada tokoh-tokoh panutan.

Tokoh-tokoh itu merupakan tokoh penting sehingga ditiru dalam keseharian. “Nah kalau tokoh yang ditiru memberantas korupsi maka rakyat juga akan melawan korupsi”, tuturnya. “Kalau tokoh yang dianut mempersatukan bangsa, maka rakyat tidak akan berkonflik”, tambahnya.

Bila berbicara tentang Empat Pilar MPR, bangsa ini akan mendapatkan ketauladanan yang diwariskan oleh Bapak dan Ibu Bangsa. Bapak dan Ibu Bangsa menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu adalah mereka yang terlibat langsung melahirkan Indonesia Merdeka, seperti mereka yang terlibat dalam keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), Panitia 9 maupun PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia”

Dari 67 anggota, 2 di antara mereka adalah perempuan. Mereka yang berada di sana sangat terpelajar. Dua Perempuan tersebut juga demikian. Roro Soekaptinah, ia berasal dari Jogjakarta. Ia merupakan aktifis Aisyiyah dan menjadi anggota Kongres I Wanita 1928.

Perempuan satunya lagi bernama Maria Ulfa Santoso. Maria Ulfa merupakan perempuan pertama di Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum. Dirinyalah yang mengusulkan HAM dalam UUD. Ia merupakan Menteri Kesejahteraan Sosial pertama. "Dua perempuan itulah antara lain para Ibu Bangsa", ujarnya.

“Bapak dan Ibu Bangsa itu memberikan ketauladanan  yang luar biasa”, ujar HNW. Mereka adalah orang-orang yang terdidik. Ada yang sekolah di Belanda, Kairo, Mekkah, dan perguruan tinggi yang hebat lainnya, ada yg belajar di Indonesia, di Pesantren ada juga yang autodidak. Bapak dan Ibu Bangsa itu ada yang Muslim, non-Muslim, berpaham kebangsaan, dan ragam latar lainnya.

Dari BPUPK, Panitia 9 dan PPKI yang anggotanya beragam, lahirlah produk yang luar biasa yakni Indonesia merdeka dengan ideologi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Bayangkan kalau di antara mereka ada yang ngotot untuk menjadikan agama, etnis, orientasi politik dan pahamnya sendiri untuk dasar negara, pasti tak akan lahir Indonesia dan NKRI seperti yang kita kenal sekarang ini”paparnya.

Dari sikap yang demikian, HNW menyebut Bapak dan Ibu Bangsa memberi tauladan bahwa kita beragam namun bisa hidup bersama dan bergotongroyong dalam NKRI.

Diungkap dulu ada negara yang bernama Uni Soviet. Negara itu pada masanya merupakan negara adidaya dan rival utama bagi Amerika Serikat. Namun Uni Soveit sudah lama bubar. Salah satu sebab negara itu pecah karena ideologi yang digunakan bukan ideologi yang lahir dan tumbuh dari kesepakatan warga bangsa sendiri tetapi ideologi komunis yang datang dari luar yang dipaksakan menjadi ideologi negara dengan melakukan kudeta dan penaklukan negara2 disekitar Rusia. 
 
“Allhamdulillah, Indonesia mempunyai ideologi yang menyatukan  yaitu Pancasila”, ujar pria asal Klaten, Jawa Tengah itu. Pancasila dihadirkan melalui kesepakatan para tokoh bangsa yang terdiri dari berbagai latar namun mereka bisa saling memberi, saling menerima, bermusyarawah, dan bersatu/berkesepakatan meski melalui perdebatan yang panjang.

“Tidak bisa dipungkiri ada peran negarawan dan tokoh nasionalis kebangsaan, tapi juga ada peran tokoh-tokoh nasional Islam seperti KH Mas Mansoer, KH Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, KH Anwar Sanusi, H Agus Salim, H Abikusno Cokrosuyoso dll”tuturnya. Ketauladanan mereka merupakan soko guru dalam kehidupan
dan inspirasi menyelamatkan Bangsa dan Negara menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka. Mereka hadir untuk mengaktualisasikan kesatupaduan Bangsa, Umat dan NKRI. Keragaman yang ada dan perbedaan afiliasi Politik, Suku, Agama, Profesi, tidak membuat mereka pecah, malah mereka memberikan keteladanan kesatupaduan, mengamalkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang sukses selamatkan kemerdekaan Indonesia dan eksistensi NKRI. Hal yang sangat relevan disegarkan kembali saat Rakyat Indonesia berada di tahun politik, menyongsong pesta demokrasi; Pemilu. Agar menjadi pilar positif nan penting mempersiapkan Indonesia Emas dengan memperingati 100 tahun Indonesia Merdeka”pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.