image

Terima BP2 Daerah Istimewa Minangkabau, HNW : UU No 17/2022 Tentang Sumatera Barat Dalam Bingkai Pancasila dan Tidak Menegasikan Keragaman

Senin, 12 September 2022 18:59 WIB

Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA, menegaskan UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Sumatera Barat tidak bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, malah sudah sesuai dengan ketentuan konstitusi, yakni Pasal 28 I ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang mengakui dan mengakomodasi budaya dan adat lokal serta kekhasan setiap daerah. Dalam UU Provinsi Sumatera Barat itu, disebutkan dan diakui bahwa adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah “adat basandi syara, syara basandi kitabullah”. Adat dan budaya ini dalam sejarah maupun praktiknya tidak menegasikan atau menghilangkan adanya keragaman budaya dan agama di masyarakat Provinsi Sumatera Barat.

“Kekhawatiran UU ini akan membuat Sumbar menerapkan syariah secara eksklusif dan mendiskriminasi penganut agama selain Islam, tidak beralasan.  Karena ketentuan dalam UU tersebut jelas tetap mengacu kepada Pancasila dan dalam bingkai UUD NRI 1945. Dan secara historic kaedah adat basandi syara, syara basandi kitabullah sudah menjadi budaya dan perilaku masyarakat Sumbar, sejak sebelum Indonesia Merdeka, hingga sekarang ini. Pandangan yang menyalahpahami ‘adat basandi syara, syara basandi kitabullah’ bisa membahayakan dan memecah belah NKRI dan menimbulkan diskriminasi adalah pandangan yang tidak benar dan a-historis, tak sesuai dengan fakta sejarah,” kata Hidayat Nur Wahid ketika menerima Pengurus Pusat Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM) di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (12/9/2022).

BP2DIM yang hadir dipimpin Ketua Umum Prof Dr Masri Mansur, MAG, didampingi para pengurus lainnya di antaranya Dr Iramadi Irdja, Radias Dilan, SH, Dr Manoefris Kasim, SpJp, Kol TNI (Purn) Adrianus Ilra, Dr. Hj Nurdiati Akma, MPd, Dr Taswem Tarib, SH, MH, Deki PS Chaniago, SH, Anton Pratama, SE.

Di depan BP2DIM, HNW mengungkapkan syukur bahwa Pemerintah (diwakili Kemenkumham dan Mendagri) bersepakat dengan DPR dengan semua fraksinya yang juga didukung oleh DPD, dengan menyepakati bulat pengesahan atas UU No. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat. “Pemerintah setuju, DPR juga setuju, demikian juga DPD. Semua mendukung UU ini. Tidak ada partai politik di DPR yang menolak falsafah budaya mensejarah yang dianut di Sumatera Barat yaitu adat basandi syara, syara basandi kitabullah,” tuturnya.

Pasal 5 huruf C UU No. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat berbunyi : “Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik, yaitu: adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.”

Sedangkan Penjelasan Pasal 5 huruf c menyatakan: “Pelaksanaan nilai falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabulllah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Menurut HNW, konstitusi yang berlaku di NKRI mengakomodasi dan menerima keistimewaan dan karakteristik itu, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat 3 menyebutkan “Hak identitas budaya dan masyarakat tradisional untuk dihormati dan selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. “Keistimewaan dan karakteristik Provinsi Sumbar tidak menegasikan kelompok yang lain, misalnya warga Mentawai. UU itu tidak menegasikan Mentawai. Adat basandi syara, syara basandi kitabullah, juga tidak menegasikan kelompok non muslim. Justru kitabullah menegaskan penghormatan terhadap keragaman, sikap toleransi, moderasi dan persaudaraan dan kerjasama dalam mewujudkan kebajikan dan kebaikan”.

Dari ranah Minang dengan falsafah adat basandi syara, syara basandi kitabullah, muncul tokoh-tokoh pahlawan dan bapak bangsa dari Sumatera Barat, lanjut HNW memberi contoh, mereka justru hadir dari karakteristik adat dan budaya Minangkabau yang berdasarkan nilai falsafah adat basandi syara, syara basandi kitabullah. “Tokoh-tokoh dari Sumatera Barat seperti Bung Hatta, Agus Salim, Moh Yamin, Natsir, Tan Malaka, Sutan Syahrir, datang dari masyarakat dengan adat dan budaya Minangkabau yang berfalsafah adat basandi syara, syara basandi kitabullah. Mereka bergabung dengan seluruh potensi bangsa menyepakati Indonesia merdeka, dan merumuskan Pancasila, UUD 45 serta menyelamatkan NKRI. Selain itu masih ada tokoh bangsa seperti Buya Hamka.  Dari ranah minang/Bukittinggi juga tampil Mr Syafruddin Prawiranegara yang mempertahankan eksistensi Indonesia lewat Pemerintahan Darurat Republik Indoensia (PDRI) di Bukittinggi. Mereka beragam, ideologinya, partainya beragam, tapi mereka bekerjasama untuk kemerdekaan dan eksistensi bangsa dan negara Indonesia,” kata HNW.

HNW menambahkan UU No. 17 Tahun 2022 perlu dipahami dan dilaksanakan dengan benar dan utuh, dengan disosialisasikan dan mengkomunikasikan ke masyarakat dan pemangku kepentingan dan kebijakan di Sumatera Barat. “Sehingga terbangun pemahaman kolektif dan benar tentang UU ini. Dengan semakin paham dengan UU dan makna UU itu maka diharapkan bagaimana UU ini dapat diimplementasi dengan baik, dan membawa maslahat dan keunggulan serta lanjutan sumbangsih unggulan Sumatera Barat untuk jayarayanya NKRI," ucapnya.

Akhirnya, dalam pertemuan itu, HNW juga mendukung Ketua Umum BP2DIM Prof Masri Mansur yang menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2022, terutama aturan turunan dari UU itu, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) sampai Peraturan Daerah (Perda). “Kita ingin segera ada PP yang bisa ditindaklanjuti melalui peraturan daerah sebagai turunan pelaksanaan dari UU ini. Agar Gubernur Sumatera Barat dapat  mengejawantahkan dengan baik dan benar UU Sumatera Barat secara keseluruhan termasuk Pasal 5C UU ini dalam Perda dan regulasi turunannya, agar reformasi dan revitalisasi masyarakat Sumbar dapat diimplementasikan sesuai dengan ketentuan UU bahwa adatnya basandi syara, syaranya  basandi kitabullah,” ujarnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.