image

Terima Majelis Rakyat Papua (MRP) se-Wilayah Papua, Ketua MPR RI Bamsoet Terima Aspirasi Usulan Perubahan UU Otsus Papua

Rabu, 29 Mei 2024 18:27 WIB

JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menerima aspirasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP) se-Wilayah Papua terkait berbagai usulan perubahan UU tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Antara lain perubahan pasal 12 UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua, agar tidak hanya gubernur dan wakil gubenur yang berasal dari orang asli Papua (OAP) melainkan juga bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota juga berasal dari OAP.

Serta perubahan definisi OAP sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat 22 UU No.2/2021 tentang perubahan kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua, bahwa "Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua", dihapus sebagian menjadi "Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua."

"Berbagai perubahan tersebut tidak lain untuk menguatkan posisi OAP yang benar-benar berasal dari tanah Papua. Mengingat dana otonomi khusus Papua yang mencapai Rp 9,62 triliun, kini langsung dialokasikan ke berbagai kabupaten/kota. Pemanfaatannya oleh para gubernur - wakil gubernur, walikota - wakil walikota, hingga bupati - wakil bupati, sebagai pemimpin daerah, lebih baik jika berasal dari OAP yang merasakan langsung denyut nadi kehidupan masyarakat Papua," ujar Bamsoet usai menerima MRP se-Wilayah Papua, di Jakarta, Rabu (29/5/24).

Hadir antara lain, Ketua MRP Provinsi Papua Nerlince Wamuar, Ketua MRP Provinsi Papua Pegunungan Agustinus Nikilik Hubi, Ketua MRP Provinsi Papua Selatan Demianus Katayu, dan Wakil Ketua I MRP Provinsi Papua Pdt. Robert Horik. Hadir pula Ketua Forum Aspirasi dan Komunikasi Masyarakat Papua MPR RI (For Papua MPR RI) sekaligus Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, dan Anggota DPR RI Dapil Papua Barat Daya Robert Kardinal.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, MRP se-Wayah Papua juga menyampaikan aspirasi terkait perubahan PP No.54/2004 untuk memperkuat kewenangan MRP dalam menjalankan mandat UU No.21/2001 maupun UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Sehingga sebagai lembaga kultural, MRP bisa memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengawasi, memonitor, dan meninjau implementasi penggunaan dana Otsus Papua yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

"Papua adalah salah satu wilayah dengan kekayaan sumberdaya alam berlimpah, seperti tambang emas, tembaga, dan gas alam cair. Tanah Papua juga memiliki potensi ekonomi yang besar dan peluang investasi yang menjanjikan. Namun sayangnya belum sepenuhnya dimanfaatkan dan digarap secara maksimal. Karena itu perlu peran MRP yang lebih kuat untuk memastikan arah pembangunan di tanah Papua bisa berjalan cepat dan tepat," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, kita tak bisa menutup mata terhadap ketertinggalan Papua dari povinsi-provinsi yang lain. Tercermin misalnya dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menggambarkan capaian tingkat pendidikan, kualitas kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan.

Provinsi Papua memiliki indeks IPM 62,26 dan Provinsi Papua Barat memiliki indeks IPM 66,66, keduanya termasuk terendah jika dibandingkan dengan provinsi lain. Provinsi Papua dan Papua Barat juga menjadi dua provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi dengan persentasi masing-masing 26,03 persen dan 20,49 persen.

"Tanah Papua juga masih dalam kondisi darurat kesehatan. Tercermin dari keberadaan berbagai Rumah Sakit milik pemerintah yang masih tipe C. Papua dan Papua Barat masuk dalam 6 provinsi dengan angka stunting terbesar. Papua di urutan ketiga dengan 34,6 persen, sementara Papua Barat di urutan keenam sebesar 30 persen. Papua juga menjadi provinsi dengan angka kematian balita tertinggi, yakni 40,97 per 1.000 kelahiran hidup pada 2022, lalu Papua Barat dengan angka sebesar 47,23 per 1.000 kelahiran hidup," pungkas Bamsoet. (*)


Anggota Terkait :

Dr. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., S.H., M.B.A.