image

Tolak Kenaikan BBM, Syarief Hasan : Pemerintah tidak mendengar aspirasi rakyat

Minggu, 04 September 2022 09:59 WIB

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan kebijakan Pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi pada Senin, (3/9/2022). Pasalnya, kenaikan yang sangat tinggi tersebut ditetapkan di tengah kondisi masyarakat yang sedang menghadapi kenaikan harga bahan pokok dan sedang  dalam pemulihan ekonomi pasca Pandemi Covid-19.

Syarief Hasan menilai, kenaikan BBM Bersubsidi akan semakin  melemahkan daya beli masyarakat. "Kenaikan BBM akan semakin memicu lagi kenaikan bahan-bahan pokok yang menjadi kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini akan semakin menyusahkan masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan pelaku usaha UMKM", Ungkap Syarief Hasan.

Presiden Jokowi baru saja mengumumkan kenaikan BBM Bersubdi. BBM Pertalite yang semula Rp 7.650 per liter naik hingga mencapai Rp 10.000 per liter. Sementara itu, harga Solar Subsidi yang semula Rp 5.150 per liter naik menjadi Rp 6.800 per liter dan harga BBM jenis Pertamax juga mengalami kenaikan dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Anggota Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat ini menyayangkan kebijakan Pemerintah yang terkesan tidak memperhatikan aspirasi masyarakat. "Pemerintah tidak mendengar aspirasi masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi. Pemerintah lebih mementingkan pembangunan proyek yang tidak bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat kecil, seperti pembangunan IKN dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.", Ungkap Syarief Hasan.

Ia melanjutkan, penyebab Pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi tidak beralasan. "Jika alasannya adalah BBM Bersubsidi banyak diakses oleh orang mampu maka yang harusnya dilakukan Pemerintah adalah mengendalikan dan pembatasan penyaluran BBM Bersubsidi agar tepat sasaran, bukan malah menaikkan harga BBM bersubsidi di tengah harga minyak dunia cenderung menurun.", Ungkapnya.

Dalam catatan, Presiden Jokowi sudah 12 kali menaikkan harga BBM Bersubsidi dalam jangka waktu 8 tahun dan ini adalah kenaikan tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia. Berbeda dengan Pemerintahan Presiden SBY yang hanya menaikkan harga BBM sebanyak 4 kali dalam rentang waktu 10 tahun saat harga minyak dunia naik dan menurunkannya kembali saat harga minyak dunia turun.", Ungkap Syarief Hasan.

Syarief Hasan juga menilai bantalan sosial tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM. "Anehnya Bantalan sosial berupa BLT yang diberikan selama ini diambil bukan dari dana khusus Pemerintah Pusat, melainkan dari Dana Desa yang diambil hingga 40%. Pemerintah sepertinya sedang bersiasat dan tidak transparan atas politik anggaran kepada rakyat. Di sisi lain data kemiskinan kurang ter update dengan baik  sehingga kurang tepat sasaran .", Ungkap Syarief Hasan.

Guru Besar bidang Manajemen Koperasi dan UMKM ini juga menyebut, kebijakan ini akan menyulitkan para pelaku usaha. "Pelaku UMKM akan merasakan dampak dari kenaikan BBM. Seperti, kenaikan harga bahan baku, harga distribusi logistik, dan biaya lainnya sebagai akibat dan efek domino dari kenaikan BBM bersubsidi tersebut. Padahal pelaku usaha sedang dalam masa transisi untuk bangkit.", Ungkap Syarief Hasan.

Ia juga  mendesak Pemerintah untuk melakukan revisi kebijakan. "Pemerintah harus melakukan revisi kebijakan dan menurunkan kembali harga BBM tersebut. Pemerintah lebih baik melakukan pembatasan dan pengendalian BBM bersubsidi agar tepat sasaran, bukan menaikkan harganya. Pemerintah juga sebaiknya memprioritaskan kebutuhan masyarakat dibandingkan proyek yang memakan biaya besar.", Tutup Syarief Hasan


Anggota Terkait :

Prof. Dr. H. SJARIFUDDIN HASAN, M.M, M.B.A.