image

Waket MPR, HNW, Kembali Usulkan Pembentukan Badan Kehormatan MPR

Jumat, 17 Mei 2024 18:58 WIB

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA kembali mengusulkan segera dibentuknya Badan Kehormatan MPR sebagai komitmen MPR menghadirkan etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara sesuai TAP MPR, juga upaya dalam memastikan setiap anggota dan alat-alat kelengkapan di MPR menjalankan tugas dan amanat Rakyat sesuai dengan etika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Usulan tersebut telah beberapa kali disampaikan HNW, dan terakhir kali kembali disampaikan dalam Rapat Pimpinan MPR RI di Jakarta, Kamis (16/5).

HNW sapaan akrabnya menyampaikan kembali gagasan tersebut sebagai respons atas hasil kajian Badan Pengkajian MPR yang menyimpulkan tidak diperlukannya pembentukan Badan Kehormatan MPR dengan alasan bahwa anggota MPR adalah sekaligus anggota DPR dan DPD, yang masing-masing lembaga tersebut sudah memiliki badan kehormatannya sendiri. Ia memaparkan ada banyak perbedaan antara MPR dengan DPR dan DPD, meski keanggotaan MPR berasal dari dua lembaga tersebut.

Pertama, MPR sebagai suatu lembaga negara dan anggota MPR secara individu memiliki tugas pokok, fungsi dan kewenangannya sendiri, yang tentu saja berbeda dengan yang dimiliki oleh DPR dan DPD. Ia menyebutkan salah satu kegiatan sosialisasi 4 Pilar MPR RI yang dilakukan oleh semua anggota MPR. “Pelaksanaan Sosialisasi ini juga perlu dilakukan dengan baik dan sesuai dengan etika yang berlaku,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (17/5)

Kedua, MPR juga memiliki beberapa poin spesifik yang tidak ada di DPR dan DPD. “Bukan hanya di MPR ada pimpinan yang berbeda dengan pimpinan DPR maupun DPD, tetapi di MPR ada juga alat kelengkapan yang tidak juga ada di DPRD dan DPR, seperti Badan Pengkajian, Badan Sosialisasi, Badan Anggaran, selain adanya juga Panitia Ad Hoc MPR,” ujarnya.

Alasan ketiga, lanjut HNW, adalah MPR merupakan lembaga negara yang membuat TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang menjadi pedoman bagi semua pejabat dan lembaga negara di Indonesia, dan TAP MPR tersebut masih berlaku hingga saat ini. “Bila lembaga negara lainnya, seperti DPR, DPD, MK, MA, KPU dan bahkan lembaga negara penunjang (state auxiliary organ) seperti KPK memiliki badan kehormatan sendiri, maka sudah sangat seharusnya bila MPR sebagai pihak yang menghadirkan TAP Etika Kehidupan Berbangsa juga memberikan teladan dengan membentuk badan kehormatannya sendiri,” jelasnya.  

HNW meluruskan bahwa gagasan pembentukan Badan Kehormatan MPR bukan dalam rangka mencari-cari kesalahan para anggota MPR, tetapi sebagai dukungan akan tetap hadirnya komitmen beretika oleh penyelenggara negara di MPR dalam menjalankan amanahnya. “Apalagi di tengah semakin brutalnya kehidupan demokrasi dan semakin rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat, bahkan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyebut Indonesia sedang krisis akhlak/moral. Jadi, sudah sepantasnya bila MPR berkontribusi menghadirkan komitmen beretika dalam melaksanakan amanah Rakyat di lembaga permusyawaratan Rakyat dan dengan itu mengembalikan kepercayaan Rakyat terhadap Parlemen dan demokrasi, dengan pelaksanaan TAP Etika Kehidupan Berbangsa tersebut melalui terbentuknya badan kehormatan MPR,” ujarnya.

Apalagi, lanjut HNW, sejatinya pada rapat pimpinan MPR sebelumnya juga gagasan ini sudah dapat diterima sebagai komitmen menghadirkan etika dalam pelaksanaan tugas oleh anggota MPR. “Oleh karena itu, saya berharap agar gagasan ini dapat menjadi salah satu topik bahasan yang diterima dalam rapat gabungan yang akan diagendakan oleh MPR di akhir Mei nanti. Dan memasukkan secara spesifik mengenai badan kehormatan sebagai alat kelengkapan MPR dalam revisi Tata Tertib MPR dan perubahan keempat UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.