image

Anggota MPR: Bencana Harus Menjadi Urusan Bersama

Kamis, 22 Desember 2016 12:25 WIB

Sebagai wilayah yang berada di antata dua benua, dua samudera, dan pertemuan lempeng antarbenua, membuat Indonesia rawan dengan terjadinya berbagai macam bencana. Wilayah ini sejak jaman purba kerap dilanda tsunami dan berbagai bencana alam lainnya. Menurut data, bencana alam di bulan November tahun 2016 terbanyak dalam sepuluh tahun terakhir ini, itu belum termasuk gempa di Aceh, banjir di Garut, Jawa Barat; dan Bima, Nusa Tenggara Barat.

Untuk itu data-data bencana perlu dicatat guna untuk menyusun kebijakan terkait agar dampak yang terjadi bisa dicegah, ditanggulangi, dan diminimalisasi, korban dan kerugiannya. Untuk itu Pepustakaan MPR menggelar acara Wakil Rakyat Bicara Buku pada 22 Desember 2016 dengan tema Catatan Akhir Tahun Bencana 2016. Hadir dalam acara itu anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian, Sutopo Purwo Nugroho dari BNPB, Moehammad Arifin dari PMI, Kristanto Sinadang dari AMPU, dan Arimbi Putri dari Kementerian Lingkungan Hidup.  

Dalam sambutan, Kepala Bagian Perputakaan MPR Roosiyah Yuniarsih mengatakan hari ini mengadakan acara dengan tema soal bencana. Tema itu diambil untuk menunjukan kepedulian, “lembaga legislatif peduli bencana,” ujarnya. Diakui buku di perpustakaan yang terkait bencana hanya ada empat. Dirinya mengharap selepas acara kedepannya buku terkait bencana bisa bertambah. “Mudah-mudahan mendapat dukungan buku kebencanaan,” harapnya. 

Rini sebagai salah satu penggiat acara menuturkan, kegiatan seperti yang dilakukan itu merupakan rangkaian dari kegiatan-kegiatan yang sudah ada. Dirinya berharap agar seluruh masyarakat peduli pada bencana. Diharapkan para blogger dan pengguna media sosial mensosialisasikan masalah dan penanggulangan bencana. “Mudah-mudahan kita mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam kepedulian terhadap bencana,” ujarnya.

Hetifah sebelum memberi pemaparan, lebih dahulu memberi apresiasi pada acara itu. “Acara ini sangat bermakna,” ujarnya. Diakui selama ini banyak kelemahan dalam soal penanggulangan bencana tidak hanya dalam soal aturan hukumnya. Sebagai alumni Jurusan Planologi ITB, diakui selama ini pembangunan, kawasan perumahan yang ada, hanya berorientasi pada kenyamanan manusia.

Banyak yang melupakan keseimbangan alam. “Benda di sekitar kita termasuk flora dan fauna juga harus perlu dipikirkan,” ujarnya. 

Diungkapkan selama ini kita bekerja terkungkung pada sektorial saja. Dalam soal bencana, dikatakan Hetifah itu harus ditangani lintas sektoral. Disebut badan seperti BNPB seharusnya dibahas di semua komisi DPR, tidak hanya satu komisi. 

Dalam pencegahan dan penanggulangan bencana ada sektor yang harus dipadukan seperti konstruksi, iptek, lingkungan, dan sebagainya. “Misalnya bagaimana kita membangun sebuah gedung yang tahan goncangan,” paparnya.

Untuk itu dirinya menegaskan urusan bencana harus diurus lintas komisi. “Harus ada semacam kaukus,” ucap Hetifah. Dengan kaukus tersebut bisa menjadikan masalah yang ada menjadi prioritas. “Perlu gerakan massif ke arah sana,” tambahnya.  

Menurut Hetifah problem dalam penanganan bencana tidak hanya kerja sektoral namun juga adanya anggapan tidak pentingnya badan penanggulangan bencana oleh daerah. Mereka menganggap demikian selain karena kurang ramah dengan lingkungan juga tidak adanya anggaran.

Wakil rakyat dari Kalimantan Timur itu merasa senang bila ada data-data kebencanaan. Dengan data tersebut maka pemerintah dan masyarakat bisa mengambil kebijakan bagaimana melakukan pembangunan dengan mengacu pada data-data yang ada. “Kalau di daerah longsor, ya jangan dijadikan pemukiman,” ujarnya.