image

Bambang Sadono: MPR Menyerap Aspirasi Rakyat Untuk Penyempurnaan Konstitusi

Kamis, 20 Agustus 2015 15:56 WIB

[20/8/2015, 11:14] +62 817-9514-487: Ketua Badan Pengkajian MPR, Bambang Sadono, dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, 20 Agustus 2015, menuturkan Badan Pengkajian diberi tugas untuk melakukan pengkajian yang bertujuan untuk memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki dalam konstitusi. "Untuk itu dalam melakukan berbagai kegiatan di 34 provinsi, MPR menyerap aspirasi dari rakyat untuk menjadi bahan untuk melakukan amandemen," ujarnya.

Untuk itu dalam seminar yang digelar berkat kerja sama dengan Universitas Simalungun itu menghasilkan rekomendasi yang mendasar untuk penyempurnaan konstitusi.

Diungkapkan Bambang bahwa masyarakat sudah banyak membaca soal sistem tata negara. Misalnya soal posisi MPR. Bambang mengutip pendapat Presiden Megawati Soekarnoputri, dalam Peringatan Hari Konstitusi 18 Agustus, bahwa MPR tak bisa disamakan dengan lembaga negara lain sebab MPR mempunyai hak untuk mengubah UUD. Dengan hak itu MPR bisa menentukan posisi lembaga negara lain. "Untuk itu kita perlu berpikir ulang soal posisi MPR," ujarnya.

Dikatakan Bambang dalam seminar yang dihadiri ratusan orang, bahwa MPR mempunyai banyak topik pengkajian.Topik pengkajian itu seperti perlunya menghidupkan kembali GBHN. "Adanya keinginan untuk menghidupkan GBHN telah datang dari berbagai pihak," ujarnya. Dengan GBHN maka pembangunan nasional mempunyai konsep.

MPR juga membahas posisi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Ini penting dibahas sebab sejauh ini sudahkah sistem yang ada sudah berpegang pada falsafah Pancasila. "Ada yang sudah lupa Pancasila dan tak merujuk Pancasila dalam berkehidupan," paparnya.

Bambang menyebut dalam menyerap aspirasi di masyarakat, MPR tak hanya berkunjung di kampus-kampus namun juga menemui tokoh-tokoh masyarakat.Bambang Sadono: Kultur dan Hukum Demokrasi Pemilu Masih Kurang

Ketua Badan Pengkajian MPR, Bambang Sadono, mengakui bahwa money politic dalam Pemilu di banyak negara ada namun di Indonesia money politic demikian massifnya.

Lebih lanjut kata Bambang saat menjadi pembicara kunci di seminar nasional tentang Pilkada serentak di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, 20 Agustus 2015, akibat money politic tersebut maka banyak orang takut mencalonkan diri dalam Pilkada atau Pileg karena tak mempunyai uang. "Hal demikian menciptakan demokrasi yang berbiaya tinggi," ujarnya. "Akhirnya money politic dianggap lumrah," tambahnya.

Diceritakan akibat sikap yang demikian, di sebuah kampung di sebuah daerah ada spanduk yang bertuliskan, "Di sini menerima serangan fajar."

Bambang mengakui hal ini menunjukkan kultur demokrasi masih lemah. Untuk menghilangkan money politic, Bambang mempunyai kiat yakni penegakkan hukum. "Hukum untuk mengatur masyarakat" paparnya.

Meski diakui sudah ada aturan hukum yang mengawasi soal money politic, Bambang mengakui hukum tersebut masih belum menjangkau secara maksimal. "Sistem demokrasi Pemilu kita dari segi kultur dan hukum belum bisa membuat pemilu yang berkualitas," paparnya.