image

Berjumpa Allah Dalam Keluarga

Kamis, 22 Januari 2015 08:40 WIB

Ratusan ummat Kristiani di lingkungan MPR, DPR, DPD merayakan Hari Natal 2014 dan Tahun Baru 2015. Ditekankan untuk menjadikan keberagaman sebagai perekat persatuan.
 
Alunan suara Maya Rumantir membahana di dalam Gedung Nusantara 4, malam itu. Merdunya suara artis yang mengumandangkan lagu rohani itu juga diikuti oleh ratusan hadirin yang ada di ruangan. Dalam suasana lampu yang temaram, acarapun menjadi khusuk dan khikmad.

Apa yang dilakukan oleh perempuan yang sekarang menjadi anggota DPD dari Sulawesi Utara itu merupakan rangkaian Perayaaan Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 Keluarga Ummat Kristiani MPR/DPR/DPD. Mereka adalah anggota parlemen, pegawai negeri, staf ahli, dan tenaga perbantuan, Jakarta, 21 Januari 2014.

Terlihat hadir dalam acara yang bertema Berjumpa Dengan Allah Dalam Keluarga itu anggota MPR dari berbagai fraksi dan DPD seperti Martin Hutabarat, Rahayu Saraswati, Aryo Djojohadikusumo, Ferry Djamy Francis, Nico Siahaan, Parlindungan Purba, Abraham Liyanto. Dalam kesempatan itu juga nampak Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Sesjen MPR Eddie Siregar, perwakilan KWI dan PGI.

Ketua panitia acara, E. E Mangindaan, mengatakan dalam sambutan, kegiatan ini tak semata merayakan Hari Natal namun juga menjadikan Yesus Kristus sebagai teladan dalam kehidupan. Teladan Yesus adalah saling mengasihi. Dikatakan oleh pria yang saat ini menjadi Wakil Ketua MPR, perayaan yang diselenggarakan dilakukan dengan cara yang sederhana. “Contohnya pohon natal yang ada, disusun dari kumpulan bekas minuman aqua,” ujarnya.

Dihadapan ummat Kristiani, pria asal Sulawesi Utara itu mengatakan bahwa anggota parlemen yang ada dipilih oleh Tuhan untuk menjadi wakil rakyat. “Tersebar dalam berbagai partai,” ungkapnya. Dengan perayaan inilah maka anggota yang tersebar di berbagai partai itu bisa bersatu. “Perayaan ini bisa menyatukan perbedaan,” tuturnya.

Lebih lanjut Mangindaan mengatakan, dirinya bersyukur di awal tahun 2015, di antara anggota DPR tidak ada lagi perbedaan. “Kita bersatu karena ada kasih di antara kita,” ujarnya. Ditegaskan dalam acara itu, “Mari jadikan diri kita sebagai terang dalam pengabdian sebagai anggota MPR, DPR, DPD.”

Ketua MPR Zulkifli Hasan yang hadir dalam perayaan itu dengan mengatasnamakan pimpinan mengucapkan selamat Hari Natal kepada ummat Kristiani di Indonesia pada umumnya dan pada keluarga besar ummat Kristiani di lingkungan MPR/DPR/DPD pada khususnya.

Sama seperti yang dikatakan Mangindaan, perbedaan atau keberagaman yang ada pada bangsa Indonesia ini menurut Zulkifli harus bisa dijadikan sebagai perekat. “Bersatu untuk mengisi kemerdekaan,” ujarnya. Dipaparkan oleh pria asal Lampung itu bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Semua keberagaman itu diikat seperti semboyan yang ada pada lambang Garuda Pancasila, Bhinnneka Tunggal Ika.

Keberagaman bagi Zulkifli merupakan sebuah keniscayaan. “Merupakan sunnah Allah,” tuturnya. Menurutnya, Allah menciptakan ummatnya beragam agar kita semua bersatu. “Keberagaman merupakan realitas yang tak bisa dihindarkan,” katanya. Disampaikan kepada semua yang hadir dalam ruangan itu, sebenarnya Allah bisa menyatukan seluruh ummatnya namun keberagaman yang ada dijadikan hukum Tuhan agar manusia berkompetisi untuk memakmurkan bumi.

Sebagai Ketua MPR, malam itu Zulkifli mengungkapkan bahwa MPR periode sebelumnya telah mampu melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. “MPR periode sebelumnya sukses melakukan sosialisasi,” ujarnya.

Untuk melanjutkan sukses itu, dirinya mengajak kepada semua, pada MPR periode ini, agar tak menjadikan sosialisasi hanya sebagai retorika dan berbasa-basi namun sudah saatnya untuk mengimplementasikan apa yang disebutnya sebagai janji-janji kebangsaan itu dalam kehidupan sehari-hari. “Mari kita implementasikan janji-janji kebangsaan itu dalam kehidupan sehari-hari, siapapun orangnya dan dari manapun asal-usulnya,” tegasnya. Ditambahkan bahwa bangsa Indonesia adalah satu. Musuh kita menurutnya bukan keberagaman tetapi kemiskinan dan kebodohan. AW