Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid
menyambut baik rencana organisasi Islam tertua di Indonesia, Jamiat Khair,
untuk berbenah diri atau melakukan hijrah. Merupakan sebuah upaya Jamiat Khair
dalam hal kualitas pendidikan untuk kembali ke marwahnya ketika berdiri dulu.
Waktu itu marwah Jamiat Khair lebih menekankan pada pendidikan berbasis bahasa
Arab. Tujuannya untuk mencetak kader da’i, kiai dan sebagainya yang punya
karakter rahmatan lil’alamin.
Hidayat Nur Wahid menyatakan hal itu ketika
menerima delegasi Pimpinan Yayasan Jamiat Khair di ruang kerjanya, lantai 9
Gedung Nusantara III, Kompleks MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta, Jum’at sore
(31/8/2018). Delegasi dipimpin Ketua
Yayasan Prof. Dr. Husin Alatas, dengan anggota Kepala Lembaga Bahasa Arab,
Habib Husein Al Hadad; Kepala Akademik, Habib Muhammad bin Sahil; Perwakilan MA
Jamiat Khair H.A. Zayadi; dan Direktur Pendidikan Binakeir Ali Badrudin, M.Pd.
Dalam kesempatan itu, Hidayat Nur Wahid
berharap, seminar ini dapat mengungkap peran-peran penting Jamiat Khair di awal
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Untuk seminar ini, Hidayat Nur Wahid
mengingatkan, jangan lupa mengundang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Agama, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, para pakar sejarah, pimpinan
organisasi massa Islam, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya.
Selain itu, menurut Ketua Yayasan Jamiat Khair
Prof. Dr. Husin Alatas, kedatangan delegasi Jamiat Khair ini juga untuk
bersilaturahim sekaligus menyampaikan ucapan terima kasih karena dalam berbagai
kesempatan melakukan Sosialiasi Empat Pilar MPR, Hidayat Nur Wahid, tak jarang mengungkapkan peran penting Jamiat
Khair dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Karena
kami tahu Pak Hidayat selalu mengangkat nama Jamiat Khair maka kami datang
untuk menyampai ucapan terima kasih,” kata Prof. Dr. Husin Alatas.
Husin Alatas selanjutnya menjelaskan mengenai
rencana seminar tersebut. Dengan menggunakan momentum 117 tahun berdirinya Jamiat Khair, seminar itu
rencananya diselenggarakan pada November 2018 mendatang. Husin Alatas berharap,
melalui seminar ini secara institusi ada penyebutan dalam sejarah bahwa kami
(Jamiat Khair) turut andil di awal-awal kebangkitan nasional.
Perlu dicatat, kata Husin Alatas, di awal
pendiriannya organisasi yang berdiri sejak 1901 ini sudah ada benih-benih inklusifitas, dengan
anggotanya lintas suku, seperti KH.
Ahmad Dahlan, K.H. Oemar Said Tjokroaminoto. Bahwa perlu dicatat bahwa pada
1903 Jamiat Khair mengadakan kongres di Batavia, salah satu resolusinya
berbunyi bahwa haram untuk tunduk pada pemerintah kolonial Belanda. “Bagi kami
deklarasi itu berarti kami tidak mau didominasi,” ujar Husin Alatas yang
mendapat informasi mengenai kongres itu dari Sultan Hamengku Buwono X.
Juga perlu diketahui bahwa dari organisasi
Jamiat Khair ini lahir tokoh-tokoh perjuangan, antara lain: K.H. Ahmad Dahlan,
H. Oemar Said Tjokroaminoto, dan lain sebagainya. Bahkan, HOS Tjokroaminoto
diketahui pidah ke Surabaya, dan lewat CV Setia Usaha yang sahamnya dimiliki
Jamiat Khair menerbitkan koran Oetoesan Hindia. Lewat koran ini HOS Tjokroaminoto menyebarkan
ide-idenya tentang nasionalisme dan sebagainnya.
“Jadi, kalau dari rentang sejarah jelas
menunjukkan bahwa Jamiat Khair harus diakui sebagai bagian yang tak dapat
dipisahkan dari kemerdekaan Indonesia, tak terpisahkan dari NKRI,” katanya.