image

Menakar Realisasi Nilai-nilai Konstitusi

Rabu, 23 November 2016 03:40 WIB

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia  harus selalu hidup dan  bekerja. UUD NRI Tahun 1945,  tidak boleh  hanya menjadi sebuah dokumen kenegaraan, apalagi hanya sebagai dokumen kearifan. Karena dalam pembukaan terdapat diktum yang sangat penting mengenai  bentuk, cita-cita dan arah negara. 

Agar UUD NRI 1945, tetap hidup dan bekerja, maka konstitusi itu harus selalu  terelaborasi ke dalam UU yang ada di bawahnya.   Konstitusi harus menjadi rujukan,  sumber utama dalam penyusunan UU, atau peraturan di bawahnya. Jangan sampai hanya disebut semata, tapi tidak ada realisasinya. 

Pernyataan itu disampaikan anggota Lembaga Pengkajian MPR RI Hajrianto Y. Thohari, saat menjadi narasumber pada dialog MPR Rumah kebangsaan, yang berlangsung di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR RI, Selasa (22/11). Bersama Drs. Almuzzamil Yusuf M.Si. Pimpinan Fraksi PKS, keduanya membahas tema Mengawal Pelaksanaan Konstitusi. 

Selain dielaborasi ke dalam peraturan di bawahnya, kata Hajrianto, UUD NRI 1945, juga  harus dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai nilai-nilai luhur yang ada dalam UUD NRI 1945,  tidak dilaksanakan. 

Jangan sampai pula kanstitusi yang  baik, tetapi tidak diaplikasikan. 

"Karena itu dibuatlah Mahkamah konstitusi, tujuannya kalau ada peraruran di bawah UUD NRI 1945, bertentangan dengan UUD NRI 1945, bisa melakukan gugatan ke MK", kata Hajrianto menambahkan. 

Bicara konstitusi, menurut Hajrianto  bicara juga tentang  konstitusionalisme, semua haru sejalan dengan  komstitusi. Karena itu segala yang dikonstitusi harus direalisasikan. 

"Masih ada kesenjangan yang sangat lebar  antara harapan dan kenyataan. Karena itu konstitusi harus bisa jadi kiblat dan  haluan negara, serta dipatuhi oleh semua", kata Hajrianto lagi. 

Sementara  Drs. Almuzzamil Yusuf M.Si. mengatakan, tidaklah gampang merealisasikan semua yang terdapat dalam konstitusi. Butuh waktu panjang untuk merealisasikannya. Buktinya masih ada pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 yang belum terealisasi. Contohnya adakah pasal tentang fakir miskin. 

Pasal tersebut menjadi bukti bahwa anggapan kita bahwa membangun yang besar ajan menetes ke bawah itu tak selamannya benar. Karena itu paradigmanya harus diubah. Kita harus membangun yang lemah dulu, kalau yang lemah saja terbangun apalagi yang kuat. 

"Persoalannya pada sistem pemilihan  kepemimpinan kita, yang terlanjur memerlukan modal, sehingga yang punya modallah yang menang", kata Almuzzamil 

Mestinya pemilu, harus menghasilkan orang terbaik, bukan selalu pemilik modal. Karena itu harus dicari cara bagaimana kita membuat pemilu yang murah, sehingga mereka yang baik tetapi tidak punya modal berkesempatan untuk menang.