image

Rapat Pleno Ke-13 Lembaga Pengkajian MPR RI Bahas Perekonomian Nasional

Selasa, 11 April 2017 16:50 WIB

Jakarta – Lembaga Pengkajian MPR RI, Selasa (11/4/), di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta menggelar Rapat Pleno ke-13 dengan bahasan utama soal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.

Rapat yang dipimpin oleh Ketua Lembaga Pengkajian Rully Chairul Azwar ini menampilkan tiga narasumber utama yang membahas soal perekonomian nasional dan kesenjangan sosial yakni, Prof. Dawan Rahardjo, Dr. Subiakto Tjakwawerdaja dan Dr. Ichsanuddin Noorsy.

Para pakar ekonomi tersebut satu persatu memaparkan pemikirannya soal perekonomian nasional Indonesia.  Prof. Dawam Rahardjo mengatakan dengan memgutip perkataan seorang ekonom Indonesia Prof. Dr. Sarbini Sumawinata bahwa sistem perekonomian Indonesia pada intinya adalah untuk memberantas kemiskinan dan pengangguran.

“Untuk mewujudkan hal tersebut, ada tiga modus yang beliau lakukan yakni pembangunan yang dilakukan dari desa, kedua monetisasi perekonomian.  Jadi harus ada monetisasi di pedesaan.  Ketiga adalah penggunaaan teknologi tepat guna termasuk IT,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Subiakto Tjakrawerdaja daalam salah satu pembahasan dalam makalahnya mengungkapkan bahwa Sistem Pancasila adalah harus melihat beberapa kaidah antara lain Hakikat Manusia Pancasila yakni, manusia Pancasila bukan individu terasing yang bebas dari ikatan masyarakat dan semata-mata mencari keuntungan pribadi.

“Kaidah lainnya adalah Negara Kekeluargaan ciri-cirinya diantaranya adalah Antara rakyat dan negara tidak terdapat perbedaan kepentingan, Yang berdaulat adalah seluruh rakyat Indonesia bukan individu dan Kebebasan manusia adalah kebebasan relasional,” katanya.

Sedangkan pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy menegaskan bahwa perekonomian nasional harus kembali kepada Ekonomi Konstitusi 1945.  Dengan tegas Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa bangsa ini selama ini Idnoensia selalu menjadi objek kebijakan perekonomian bangsa lain atau objek lembaga multilateral.

“Banyak sekali kaidah-kaidah perekonomian bangsa kita yang tegas nyata-nyata ada dalam konstitusi ternyata banyak dipakai secara tidak senagaja atau diadopsi bangsa lain.  Konsep dan pemikiran sistem perekonomian kita sesuai konstitusi ternyata dibahas oleh dunia seharusnya kita menyadari hal tersebut,” tandasnya.