image

Rapat Pleno Lembaga Pengkajian Bahas Parpol Dan Pemilu

Selasa, 24 Januari 2017 17:55 WIB

Jakarta – Lembaga Pengkajian MPR RI, dipimpin Ketua Lembaga Pengkajian Rully Chairul Azwar, Selasa (24/1/2017) menggelar Rapat Pleno awal tahun 2017 dengan mengusung pembahasan utama ‘Partai Politik dan Pemilu Dalam Sistem Presidensial Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945’.

Rapat pleno yang digelar di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta ini sangat spesial sebab menghadirkan dua orang tokoh sebagai pembicara yakni, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)  Prof. Jimly Asshiddiqie dan Presiden Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) FISIP, Universitas Indonesia Chusnul Mar’iyah Ph.D.

Dalam pemaparan awalnya, Jimly mengupas seputar partai politik. Kedudukan hukum partai politik sudah jelas. Di seluruh dunia, demokrasi pilarnya adalah partai politik. Partai politik itu adalah sebuah keniscayaan, maka mau tak mau selama bangsa ini memilih jalan demokrasi, partai politik harus dibangun dengan desain yang dipersiapan untuk jangka panjang karena tidak ada demokrasi tanpa partai poltiik.

“Parpol kita ini harus menjadi instrumen demokrasi itu sendiri.  Nah secara internal parpol itu sendiri harus menjadi instrumen demokrasi secara internal, demokratis dalam dirinya masing-masing. Jadi ada mekanisme internal yang didesain supaya dia bisa mempengaruhi demokrasi pada tingkat bernegara,” katanya.

Diutarakan Jimly, yang harus disadari bersama adalah jumlah partai politik di Indonesia banyak sekali itu fakta dan kenyataan.  Sebab, freedom of association  tidak bisa dicegah.  Bahkan bangsa ini sudah membuat organisasi di luar struktur negara jauh sebelum negara Indonesia terbentuk.   Intinya, masyarakat Indonesia sudah lama biasa berorganisasi.  Dari situlah sebenarnya kekuatan civil society Indonesia muncul dan merupakan kekuatan yang sangat luar biasa.

“Partai ini harus dilihat sebagai intermediate structure dari social infrastructure ke political super structure.  Intinya bagaimana hubungan antara organisasi-organisasi bermasyarakat dan organisasi bernegara.  Maka struktur antaranya adalah partai politik, jadi posisi parpol sangat penting sekali. Di dalam konstitusi kita, kita terima (parpol) sebagai subjek hukum tersendiri/menjadi subjek hukum konstitusi.  Parpol diberi hak oleh konstitusi untuk mengusung capres padahal dia bukan lembaga negara,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Chusnul Mar’iyah mengingatkan bahwa banyak sekali persoalan di Indonesia terutama seputar kebijakan-kebijakan publik yang selalu bertentangan dengan hukum diatasnya dan malah bertentangan dengan konstitusi negara.

“Memang ada persoalan di bangsa kita terutama teman-teman yang ada di parpol dan yang duduk di DPR yang salah satu fungsinya adalah membuat UU.  Masalahnya, sangat jarang satu kesadaran di individu para anggota legislatif yang selalu menjadikan konstitusi negara sebagai referensi utama dalam membuat UU atau kebijakan publik,” ungkapnya.

Diutarakan Chusnul, semestinya semua anggota dewan tidak hanya di pusat tapi di daerah juga harus selalu menempatkan konstitusi negara RI sebagai referensi utama di dalam setiap kali mengambil keputusan dan kebijakan publik.  Sudah banyak sekali contoh seperti perda-perda yang bertentangan dengan UU diatasnya dan malah bisa bertentangan juga dengan konstitusi.  

“Itu baru tingkat legislatif. Di tingkat eksekutifnya juga seberapa jauh mereka menjadikan UUD sebagai referensi utama setiap kali kebijakan mereka keluarkan.  Ini persoalan-persoalan yang kita hadapi sehari-hari dan harus dikaji,” tandasnya.

Rapat pleno Lembaga Pengkajian MPR RI sendiri bertujuan untuk mendengarkan pendapat berbagai elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh nasional dan akademisi serta para pakar untuk berdiskusi membahas berbagai persoalan kebangsaan dan hasilnya akan masuk menjadi bahan kajian di lembaga pengkajian MPR RI./der