image

Sartono, Tokoh Parlemen Indonesia

Rabu, 21 Oktober 2015 15:05 WIB

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pasca reformasi memiliki tugas yang tidak sepenuhnya sama  dibanding sebelumnya. Saat ini MPR bertugas salah satunya adalah melaksanakan sosialisasi empat pilar.  Yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. 

Tugas memasyarakatkan  empat pilar ini, sebelumnya tidak pernah ditemukan ada pada MPR. Tugas ini melekat di MPR, karena dalam proses reformasi,  MPR telah melakukan empat tahap perubahan terhadap UUD NRI tahun 1945. 

Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat MPR RI Ma'ruf Cahyono saat memberi sambutan pada acara Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat yang dilaksanakan di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR pada Rabu  (21/10). Buku yang dibahas pada kesempatan itu berjudul Mr. Sartono Pejuang Demokrasi Dan Bapak Parlemen Indonesia karangan 

Daradjati. Selain penulis buku,  acara tersebut juga menghadirkan Ade Qomarudin anggota komisi XI DPR RI dan Sri Simarjati Harjanto sebagai pembicara. 

Kini, kata Ma'ruf tugas MPR itu semakin bertambah . Penambahan tugas MPR itu muncul seiring hadirnya  tuntutan melakukan pengkajian sistem ketatanegaraan yang ada sekarang. 

"MPR banyak mendapat masukan terkait kelemahan sisitem ketatanegaraan yang kita anutm Karena itu MPR membentuk Lembaga Pengkajian, salah satu tugasnya adalah mengkaji sistem ketatanegaraan dan menampung aspirasi masyarakat", kata Ma'ruf menambahkan. 

Sementara Daradjati selaku penulis buku Mr. Sartono Pejuang Demokrasi Dan Bapak Parlemen Indonesia mengatakan, buku tersebut lahir karena ia prihatin melihat realita, bahwa penamaan jalan-jalan besar  didominasi oleh tokoh politisi, seniman dan negarawan. Belum ada satupun tokoh parlemen, yang dikenang dan diabadikan menjadi nama jalan.

Ide ini kemudian menginisiasi  Daradjati untuk menulis buku tentang Mr. Sartono. Kebetulan, Daradjati sendiri memiliki banyak catatan tentang Sartono. 

"Mr. Sartono adalah salah satu  tokoh besar dunia parlemen Indonesia. Dia turut membidani lahirnya sumpah pemuda. Sartono berani menolak keinginan Soekarno untuk menjadi ketua parlemen, saat Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin. Beliau juga sederhana dan selalu membela kepentingan rakyat", kata Daradjati menambahkan.