image

Sosialisasi Empat Pilar, Mahyudin Soroti Soal Kesenjangan

Kamis, 23 Maret 2017 16:00 WIB

Wakil Ketua MPR Mahyudi menyoroti soal kesenjangan dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada masyarakat Desa Loa Kulu. Kesenjangan sosial di Indonesia semakin melebar baik kesenjangan antara kaya dan miskin maupun kesenjangan (disparitas) pusat dan daerah.

"Angka kesenjangan (gini ratio) sudah 0,42. Artinya ada orang yang sangat kaya sekali, dan ada orang yang miskin sekali. Selama ada kesenjangan maka selalu ada kecemburuan sosial," kata Wakil Ketua MPR Mahyudin ketika memberi pengantar Sosialisasi Empat Pilar MPR di Desa Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kamis (23/3/2017). Sosialisasi ini merupakan kerjasama MPR dan Barisan Rakyat Kaltim.

Mahyudin mengungkapkan dalam pertemuan konsultasi MPR dengan Presiden dan lembaga negara, Pimpinan MPR sudah menyampaikan soal kesenjangan ini. Pimpinan MPR berharap pemerintah mengatasi kesenjangan.

Mahyudin memberi contoh masalah Pilkada di Jakarta bukanlah masalah agama. "Ini bukan masalah agama, tapi masalah kecemburuan sosial," ujarnya. Selain itu, terjadi disparitas pusat dan daerah. 

"Di Jawa infrastruktur jalan bagus, tapi di luar Jawa, banyak jalan rusak. Jawa kelebihan listrik, di Kalimantan listrik sering mati. Disparitas pusat - daerah ini bisa memicu fanatisme kedaerahan," ungkapnya.

Dalam pertemuan dengan presiden, tambah Mahyudin, pimpinan MPR juga menyampaikan kajian tentang perlunya haluan negara. Haluan negara seperti GBHN pada masa Orde Baru atau sistem pembangunan nasional semesta berencana pada masa Orde Lama. Ini bisa dilakukan dengan UU atau menghidupkan Tap MPR dengan demikian perlu amandemen kelima UUD.

"Presiden setuju dengan perlunya haluan negara. Tapi perlu konsensus bahwa amandemen dilakukan secara terbatas. Sebab jika tidak terbatas dikhawatirkan amandemen bisa kemana-mana," jelas Mahyudin. 

Amandemen terbatas dilakukan untuk menutup kemungkinan perubahan UUD disusupi kepentingan asing. "Tidak ada jaminan asing tidak melakukan intervensi," imbuhnya seraya mencontohkan kasus masuknya pasal yang mencurigakan dalam UU Pertembakauan.

Mahyudin mengkhawatirkan perubahan (amandemen) disusupi kepentingan asing. "Asing selalu mengincar Indonesia karena kita memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia. Penduduk Indonesia yang jumlahnya 260 juta merupakan pasar potensial. Karena itu asing mempunyai kepentingan," ucap Mahyudin.